Desakan Usut Dugaan Suap Ismail Bolong Dianggap Jadi Penguji Komitmen KPK
Arsif foto - Ismail Bolong. ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Komitmen KPK dinilai sedang diuji setelah ada desakan mengusut dugaan suap tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur. Apalagi, kasus ini diduga melibatkan petinggi Polri yakni Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.

"Saya kira tidak ada hambatan struktural atau sistemik yang bisa menghalangi KPK, tinggal bagaimana komitmen KPK-nya saya menyaksikan korupsi yang nyata apakah akan didiamkan saja," kata pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar kepada wartawan, Kamis, 9 Februari.

Fickar mengamini pengambilalihan kasus yang sudah ditangani penegak hukum lain tidak etis. "Kecuali diketahui dalam penanganan kasus itu ada korupsinya KPK, bisa langsung mengambil alih kasusnya termasuk korupsi oleh penegak hukumnya," ucap Fickar.

Desakan agar KPK mengusut suap Ismail Bolong ke petinggi Korps Bhayangkara terus terdengar. Salah satunya, berasal dari Perkumpulan Pemuda Keadilan (PPK) yang menyampaikan pernyataannya di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

"Kedatangan kami hari ini sebagai bagian dari kelanjutan aksi sebelumnya yang menuntut agar KPK tidak tebang pilih dalam penuntasan kasus korupsi di negeri ini," kata Ketua PPK Dendi Budiman pada Kamis, 2 Februari.

Dendi menyinggung dugaan ini bukan hanya merugikan negara secara ekonomi tapi juga lingkungan. Apalagi, praktik suap tambang sering terjadi dan bukan barang baru.

Karenanya KPK didesak mengusut kasus suap yang diduga diberikan Ismail Bolong ke sejumlah petinggi Polri termasuk Agus Andrianto. "Ada kerugian yang tidak bisa dihitung yaitu kerusakan alam dan lingkungan," tegasnya.

"Bayangkan untuk kepuasan hasrat pejabat yang korup lingkungan dan masyarakat sekitar yang jadi korbannya," sambung Dendi.

Sebagai informasi, Polri belum mengusut dugaan suap Ismail Bolong ke beberapa pejabat di internalnya. Korps Bhayangkara hanya membuka kemungkinan untuk menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengusutan kasus tersebut.

Meski begitu, Ismail sudah ditetapkan sebagai tersangka pengelolaan tambang secara ilegal bersama dua rekannya, BP yang merupakan penambang batu bara ilegal dan RP yang merupakan kuasa Direktur PT EMP.