Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan tiap laporan masyarakat yang masuk akan ditindaklanjuti. Tak terkecuali, laporan dugaan suap Ismail Bolong ke pejabat Polri terkait tambang liar.

"Setiap penanganan perkara oleh KPK pasti diawali dari laporan masyarakat. Itu yang penting begitu ya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 6 Februari.

Dari laporan ini, sambung Ali, verifikasi dan telaah bakal dilakukan. Namun, KPK tak akan sembarangan melakukan pengusutan tanpa laporan.

"Pintu masuk KPK untuk melakukan verifikasi, telaah, pengayaan informasi, itu dibutuhkan," tegasnya.

KPK menurut Ali akan membuka tangan untuk menerima laporan dugaan suap yang disebut menyeret Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto. Masyarakat bisa menyampaikan informasi

"Silakan, kami mengajak masyarakat bila kemudian menemukan dugaan tindak pidana korupsi, laporkan pada KPK. Pasti akan kami tindaklanjuti dengan verifikasi telaahan proses administratifnya," ungkap Ali.

Masyarakat, sambung Ali, hanya perlu membawa data awal. "Kemudian (memberi, red) uraian fakta dugaan tindak pidananya, itu aja cukup. Sehingga KPK akan proaktif melakukan pengayaan pada informasi awal itu," ujarnya.

Desakan agar KPK mengusut suap Ismail Bolong ke petinggi Korps Bhayangkara terus terdengar. Salah satunya, berasal dari Perkumpulan Pemuda Keadilan (PPK) yang menyampaikan pernyataannya di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

"Kedatangan kami hari ini sebagai bagian dari kelanjutan aksi sebelumnya yang menuntut agar KPK tidak tebang pilih dalam penuntasan kasus korupsi di negeri ini," kata Ketua PPK Dendi Budiman pada Kamis, 2 Februari.

Dendi menyinggung dugaan ini bukan hanya merugikan negara secara ekonomi tapi juga lingkungan. Apalagi, praktik suap tambang sering terjadi dan bukan barang baru.

Karenanya KPK didesak mengusut kasus suap yang diduga diberikan Ismail Bolong ke sejumlah petinggi Polri termasuk Agus Andrianto. "Ada kerugian yang tidak bisa dihitung yaitu kerusakan alam dan lingkungan," tegasnya.

"Bayangkan untuk kepuasan hasrat pejabat yang korup lingkungan dan masyarakat sekitar yang jadi korbannya," sambung Dendi.

Sebagai informasi, Polri belum mengusut dugaan suap Ismail Bolong ke beberapa pejabat di internalnya. Korps Bhayangkara hanya membuka kemungkinan untuk menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengusutan kasus tersebut.

Meski begitu, Ismail sudah ditetapkan sebagai tersangka pengelolaan tambang secara ilegal bersama dua rekannya, BP yang merupakan penambang batu bara ilegal dan RP yang merupakan kuasa Direktur PT EMP.