Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut dugaan suap tambang ilegal di Kalimantan Timur yang melibatkan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.

Permintaan ini disampaikan Perkumpulan Pemuda Keadilan (PPK) dalam orasi demonstrasi.

"Kedatangan kami hari ini sebagai bagian dari kelanjutan aksi sebelumnya yang menuntut agar KPK tidak tebang pilih dalam penuntasan kasus korupsi di negeri ini," kata Ketua PPK Dendi Budiman di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta, Kamis, 2 Februari.

Dendi menyinggung kasus ini merugikan banyak hal, bukan hanya ekonomi tapi juga lingkungan. Lagipula, praktik suap tambang sering terjadi dan bukan barang baru.

Karenanya KPK didesak mengusut kasus suap yang diduga diberikan Aiptu Ismail Bolong ke sejumlah petinggi Polri termasuk Agus Andrianto. "Ada kerugian yang tidak bisa dihitung yaitu kerusakan alam dan lingkungan," tegasnya.

"Bayangkan untuk kepuasan hasrat pejabat yang korup lingkungan dan masyarakat sekitar yang jadi korbannya," sambung Dendi.

PPK mengaku siap menggelar aksi besar-besaran jika kasus suap itu tak segera diusut. "Tidak hanya di KPK, kami juga aka menggelar aksi di Mabes Polri," ujar Dendi.

Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri memastikan tiap laporan masyarakat bakal diusut asalkan sesuai dengan tugas pokok mereka. Selain itu, pelapor juga harus menyampaikan data awal baru penelusuran bisa dilakukan.

"Ketika melapor harus disertai data awal, uraian fakta dugaan tindak pidana korupsinya. Itu saja cukup sehingga KPK akan aktif melakukan pengayaan pada info awal itu," kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Februari.

"Tiap pelapor pasti dilindungi sepanjang dia tidak mempublikasikan dirinya," imbuhnya.

Ali memastikan seluruh laporan masuk juga akan ditelisik sesuai aturan perundangan. "Ada mekanismenya yang harus ditempuh," ungkap Ali.

Sebagai informasi, Polri belum mengusut dugaan suap Ismail Bolong ke beberapa pejabat di internalnya. Korps Bhayangkara hanya membuka kemungkinan untuk menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengusutan kasus tersebut.

Meski begitu, Ismail sudah ditetapkan sebagai tersangka pengelolaan tambang secara ilegal bersama dua rekannya, BP yang merupakan penambang batu bara ilegal dan RP yang merupakan kuasa Direktur PT EMP.