Polri Buka Peluang Gandeng KPK Usut Dugaan Suap Tambang Ilegal Ismail Bolong
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo/DOK VOI-Rizky Adytia

Bagikan:

JAKARTA - Polri membuka kemungkinan untuk menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengusutan dugaan suap tambang ilegal Ismail Bolong terkait tudingan keterlibatan pejabat tinggi Korps Bhyangkara. Namun koordinasi nantinya tetap berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup.

"Sekali lagi, kalau itu memungkinkan akan bekerja sama dengan KPK dengan PPATK itu secara teknis penyidik. Itu semua koridor adalah bagaimana bukti-bukti yang didapatkan tim penyidik itu bisa ditindaklanjuti dan dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Jumat, 16 Desember.

Namun, mengenai mekanisme atau teknis kerja sama dengan KPK, Dedi tak bisa merinci. Alasannya, mengenai hal itu merupakan kewenangan penyidik.

"Itu teknis penyidik, penyidik yg paling tahu tentang itu," sebut Dedi.

Dedi menegaskan Polri bekerja sesuai dengan fakta hukum yang ada di lapangan. Terbukt,i dengan adanya alat bukti pengelolaan tambang ilegal oleh Ismail Bolong, penindakan langsung dilakukan.

"Pada prinsipnya Polri bekerja sesuai dengan fakta hukum. Jika menemukan fakta hukum nya dan bukti pelanggaran pidananya, insya Allah dari tim penyidik pasti akan melakukan tindakan," kata Dedi.

Bareskrim Polri sejauh ini belum mengusut kasus dugaan suap Ismail Bolong. Penyidikan masih seputar pengelolaan tambang ilegal di Kalimantan Timur.

Dalam kasus dugaan pengelolaan tambang ilegal, Ismail Bolong disebut mengatur kegiatan pertambangan ilegal di lingkungan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara atau PKP2B milik PT Santan Batubara (SB).

"IB berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain dan menjabat sebagai Komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah.

Sementara, untuk dugaan suap Ismail Bolong bermula munculnya dokumen laporan hasil penyelidikan (LHP) dengan nomor R/1253/WAS.2.4/ 2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022.

Dalam dokumen itu, terdapat nama Komjen Agus Andrianto yang disebut menerima suap.

Pada LHP yang diserahkan Kepala Divisi Propam Polri saat itu, Ferdy Sambo kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.

Selain itu, juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk USD sebanyak 3 kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021, sebesar Rp2 miliar.

Dalam kasus dugaan pengelolaan tambang ilegal, Ismail Bolong telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Dia dijerat dengan Pasal 158, Pasal 159 dan Pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara