KPK Bersiap Terbitkan Sprindik Jerat Tersangka Baru di Kasus Korupsi Antam-Loco Montrado
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri (Wardhany Tsa Tsia-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersiap menetapkan tersangka baru di kasus pengelolaan anoda logam antara PT Antam Tbk dengan PT Loco Montrado pada 2017. Pengkajian penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) baru sedang dilakukan penyidik.

"Kami sejauh ini kami juga komunikasi dengan tim penyidik terus mengkaji bagaimana diterbitkan kembali surat perintah penyidikan untuk tersangka yang lain," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 8 Februari.

Salah satu pihak yang dibidik KPK adalah Siman Bahar yang merupakan Direktur PT Loco Montrado. Meski sudah menang di praperadilan sehingga penetapan tersangkanya dibatalkan tapi dia bisa saja terjerat kasus ini lagi.

"Jadi sekali lagi yang harus digaribawahi adalah proses administrasi nya syarat formilnya, bukan materi," ucap Ali.

Sebelumnya, KPK menahan General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam PT Antam Tbk Dodi Martimbang. Penahanan dilakukan karena dia jadi tersangka dugaan korupsi kerja sama pengelolaan anoda logam antara PT Antam Tbk dengan PT Loco Montrado pada 2017.

Dalam kasus ini, Dodi diduga tak menggunakan jasa dari perusahaan yang sudah menandatangani kesepakatan. Keputusan itu diambil sepihak saat kerja sama berlangsung.

Dia lebih memilih bekerja sama dengan PT Loco Montrado. Dodi bahkan tak melaporkan pemilihan itu pada pihak direksi perusahaan pelat merah tersebut.

Padahal, dalam penunjukkan perusahaan swasta tersebut terdapat sejumlah kejanggalan. Pertama, perusahaan itu tidak punya pengalaman maupun kemampuan teknis yang sama dengan PT Antam Tbk dalam mengelola anoda logam.

Selanjutnya, perusahaan swasta itu tak punya sertifikasi internasional yang dikeluarkan oleh asosiasi pedagang logam mulia yaitu London Bullion Market Assosciation (LBMA).

Terakhir, kontrak juga dibuat dengan tanggal yang dimundurkan dan PT Loco Montrado diduga mengekspor anoda logam dengan kadar emas rendah yang dilarang.

Akibat perbuatan Dodi, negara disebut merugi hingga Rp100,7 miliar. Jumlah ini didapat dari perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).