Pria ini Diburu Interpol, Kasusnya Mungkin Terdengar Sepele, 'Membantu' Siswa Jalani Ujian Masuk Universitas
Photo by Yustinus Tjiuwanda on Unsplash

Bagikan:

JAKARTA - Apa yang ada di benak pembaca ketika tahu ada seseorang menjadi buruan interpol? Mungkin berpikir orang tersebut adalah penjahat kelas kakap seperti pembunuh, perampok bank, atau penipu miliaran dolar. Anda salah.

Red Notice yang dikeluarkan minggu ini oleh Organisasi Polisi Kriminal Internasional, atau Interpol, yang memfasilitasi kerja sama polisi antara 194 negara bukanlah menyasar pelaku kejahatan luar biasa.

Poh Yuan Nie (57) diduga kuat sudah kabur dari Singapura setelah mendalangi penipuan rumit selama ujian GCE O Level tahunan negara Asia Tenggara, yang diambil siswa selama tahun terakhir sekolah menengah mereka.

Poh dijatuhkan hukuman empat tahun penjara karena melakukan penipuan. Dia bersama tiga orang lagi, memberi jawaban kepada siswa menggunakan sistem bodycam, earphone, dan perangkat bluetooth, seperti dikutip dari CNN, Sabtu 4 Februari.

Pusat les privat adalah bisnis besar di Singapura. Ketika tekanan bagi siswa untuk berprestasi bisa sangat berat. Jadi tak aneh biaya bulanan di pusat les privat yang mapan menelan biaya hingga 2.000 dolar Singapura ($1.500).

Menurut dokumen pengadilan awal, Poh, 57, dan tiga komplotannya – keponakannya Fiona Poh Min, mantan pacar Tan Jia Yan dan warga negara China bernama Feng Riwen – masing-masing dibayar 8.000 dolar Singapura ($6.100) oleh seorang pria dari China ke membantu enam siswa lulus ujian GCE pada tahun 2016 supaya bisa masuk perguruan tinggi setempat.

Pembayaran akan dikembalikan sepenuhnya jika siswa tidak lulus ujian.

Di bawah instruksi Poh, keenam siswa itu mengenakan earphone berwarna kulit dan menempelkan ponsel dan perangkat bluetooth ke tubuh mereka. Jadi mereka dapat diberi jawaban oleh Tan yang menyamar sebagai siswa swasta yang duduk di kertas ujian yang sama.

Dengan bantuan telepon kamera tersembunyi yang ditempel di dadanya, Tan secara live streaming menyiarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada Poh dan dua tutor lainnya di pusat bimbingan belajar. Mereka lalu mengerjakan jawabannya dan memberikannya kepada para siswa.

Setelah persidangan selama setahun yang berakhir pada tahun 2020, Poh dinyatakan bersalah atas 27 tuduhan kecurangan dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara.

Polisi Singapura, yang meminta pemberitahuan dari Interpol, mengatakan Poh akan memulai hukuman penjaranya pada bulan September, tetapi kabur. Komplotannya saat ini menjalani hukuman penjara masing-masing, kata polisi.

"Poh dihukum karena serangkaian pelanggaran menyontek, bersekongkol dengan siswa untuk menyontek dalam ujian GCE O Level 2016," kata Kepolisian Singapura dalam sebuah pernyataan.