JAKARTA – Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Kejati DKI) melakukan penggeledahan di lima lokasi terkait dugaan tindak pidana korupsi pada Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Penggeledahan ini dilakukan menyusul temuan indikasi penyimpangan pengelolaan anggaran tahun 2023 sebesar Rp150 miliar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, mengungkapkan bahwa proses pengumpulan data dan bahan keterangan telah dilakukan sejak November 2024. Dugaan penyimpangan tersebut akhirnya dinaikkan ke tahap penyidikan pada 17 Desember 2024.
"Pada November 2024, kami mulai mengumpulkan data terkait dugaan penyimpangan anggaran pada sejumlah kegiatan yang dibiayai oleh Dinas Kebudayaan. Berdasarkan pemeriksaan awal, terdapat indikasi kuat tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara," ujar Syahron kepada media pada Rabu, 18 Desember.
Tim Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta melakukan penggeledahan di lima lokasi yang diduga terkait kasus ini, yakni Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kantor event organizer GR-Pro di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, rumah pribadi sejumlah pejabat Dinas Kebudayaan di Jakarta Selatan, lokasi di Jakarta Barat, dan lokasi di Jakarta Timur
Selama penggeledahan, penyidik menyita sejumlah barang bukti, termasuk beberapa unit laptop, ponsel, komputer, flashdisk, dokumen-dokumen penting, serta uang tunai. Barang-barang tersebut akan diperiksa lebih lanjut secara forensik untuk mendalami dugaan korupsi dan mengidentifikasi aliran dana yang terlibat.
"Penyitaan ini bertujuan untuk memperkuat bukti yang telah kami temukan. Semua barang bukti akan dianalisis untuk memastikan keterkaitan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini," jelas Syahron.
Dugaan korupsi ini berkaitan dengan pengelolaan dana sejumlah Rp150 miliar yang dialokasikan untuk berbagai kegiatan di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta pada tahun anggaran 2023. Penyidik menemukan indikasi penyimpangan dalam proses pengadaan, pelaksanaan kegiatan, dan laporan pertanggungjawaban anggaran.
Menurut informasi awal, penyimpangan tersebut mencakup kegiatan fiktif yang didukung dengan dokumen palsu untuk mencairkan anggaran. Salah satu temuan mencolok adalah penggunaan stempel palsu untuk menciptakan kesan seolah-olah kegiatan telah dilaksanakan.
"Stempel palsu ini digunakan untuk mendukung laporan kegiatan yang sebenarnya tidak pernah dilaksanakan. Modus seperti ini memungkinkan anggaran dicairkan tanpa pelaksanaan kegiatan yang nyata," tambah Syahron.
Pihak Kejati DKI menegaskan bahwa penyelidikan ini masih pada tahap awal dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru yang diungkap seiring dengan pengumpulan barang bukti tambahan.
"Kami akan terus mendalami kasus ini, termasuk kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang terlibat, baik di lingkup pemerintahan maupun swasta," ujar Syahron.
SEE ALSO:
Kejati juga menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini guna menjaga akuntabilitas pengelolaan anggaran di instansi pemerintah.
"Kasus ini menjadi pengingat bahwa transparansi dan integritas dalam pengelolaan anggaran harus selalu dijunjung tinggi. Kejati DKI akan menindak tegas siapa pun yang terbukti terlibat," pungkasnya.
Kasus dugaan korupsi ini menjadi sorotan publik karena melibatkan dana besar yang seharusnya digunakan untuk memajukan kebudayaan di ibu kota. Masyarakat berharap Kejati DKI dapat segera menyelesaikan penyelidikan dan menindak pelaku yang bertanggung jawab.