Baleg DPR Respons Usul Cak Imin: Ubah Kebijakan Tak Bisa Ujug-ujug, Bukan 'Mentah Siang Masak Malam'
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya/FOTO: Nailin In Saroh-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya merespons pernyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang bersikukuh mengusulkan penghapusan jabatan gubernur. Menurutnya, Cak Imin harus punya basis data atas usulannya tersebut. 

"Sebagai sebuah diskursus apa alasannya? Kalau kami NasDem basisnya scientific kan bicara ketatanegaraan. Selama ini di UU gubernur itu dua, dia representasi pemerintah pusat sekaligus kepala daerah," ujar Willy di NasDem Tower, Jumat, 3 Februari. 

Representasi pemerintah pusat, lanjut Willy, dalam kuasa anggaran saja itu berkaitan. Misalnya, masalah pemilu digelar tertutup atau terbuka. 

"Lalu masalah pilkada langsung atau tidak, itu bukan suatu hal usulan saja, tapi diskors ini kita uji saja. Kita harus buka ruang-ruang politik gagasan," katanya. 

Ketua DPP Partai NasDem itu menjelaskan, ada dua pengalaman yang luar biasa yang menjadi pilar bagi Indonesia merdeka, yaitu sidang BPUPKI, di mana semua pokok-pokok pikiran yang brilian perdebatannya dibangun.

"Apa yang menjadi pilar dari orde baru itu adalah seminar angkatan darat 1 dan 2. Maka lahirlah trilogi pembangunan," kata Willy.   

Anggota DPR dapil Jawa Timur itu pun mengajak politikus tidak asal mengusulkan gagasan yang merubah sistem ketatanegaraan. Willy pun mengibaratkan pembahasan atas usulan Cak Imin tak seperti buah yang dipaksa cepat matang. 

"Saya, NasDem, mengajak teman-teman semua, berdiskors boleh saja, beropini boleh, berwacana boleh, tapi apa yang menjadi kebijakan menyelenggarakan negara ini bukan mentah siang masak malam, bukan," tegas Willy. 

"Tapi kita lakukan sebuah dialog, kita lakukan sebuah penelitian lalu kemudian kita sepakati, dengan membuat peraturan perundang-undangan di gedung dewan sana, sehingga prosesnya smooth. Tidak kemudian ujug-ujug, tidak berdasarkan spekulasi, tidak berdasarkan subjektivitas, tidak. Ini bernegara ini kan bukan hanya mau satu dua kelompok semata, tidak konspirasi kelompok satu dan dua, tidak. Tapi ini kan kebutuhan apa yang menjadi proyeksi kita masa depan dan bagaimana kita di masa lalu," tambahnya.

Begitu pula dengan Pilgub digelar tertutup, kata Willy, harus menjadi diskusi panjang yang tidak bisa dengan akal pendek semua pihak menolak atau menerima. 

"Sama. Harus di set-base lah, dialog, riset base. Bukan masalah sepakat atau tidak ini. Terlalu pendek akal kita kalau kita bersepakat atau menolak. Politik ini, apalagi berbicara ketatanegaraan, itu enggak bisa yes or no betul atau salah, enggak bisa," pungkasnya. 

Sebelumnya, Ketua Umum (Ketum) PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, bersikukuh untuk tetap mengusulkan penghapusan jabatan gubernur. Selain tidak efektif, menurutnya, pemilihan gubernur (Pilgub) menimbulkan polemik jangka panjang karena berujung saling ribut.  

Cak Imin mengatakan, pelaksanaan Pilgub harus dikaji karena anggaran untuk menggelar kontestasi tingkat provinsi ini sangat besar. Namun disisi lain, kewenangan gubernur malah terbatas.

"Ini harus dikaji. Karena Pilkada langsung gubernur, tidak efektif. Kewenangan terbatas, anggarannya untuk pilkada besar," ujar Cak Imin di gedung DPR.

Bahkan kata Cak Imin, buntut dari pelaksanaan Pilgub justru saling bertengkar. Contohnya, pada Pilgub DKI Jakarta.

"Jadi kemudian berantemnya panjang. Pilgub DKI sampai sekarang masih berantem. Sampai kapan?," kata Wakil Ketua DPR itu. 

Karena itu, Cak Imin mengaku akan mengusulkan penghapusan jabatan gubernur ke Baleg DPR. Dia berharap hal-hal tersebut bisa menjadi pertimbangan untuk mengubah aturan yang berlaku. 

"Karena memang zona luas perebutan sesuatu. Tapi PKB mengusulkan untuk dijadikan pertimbangan, apakah bisa diubah konstitusinya," kata Cak Imin.

"Kita ngusulin naskah ke Baleg. Segera, segera (mengajukan naskah, red)," pungkasnya.

Terkait