JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tak ada janji apa pun yang disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri ke Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Lagipula, KPK mengklaim tak mungkin satu pimpinan mengambil keputusan sendiri dalam upaya penindakan.
"Ini perlu kami luruskan, pertemuan di Papua saat itu di rumah kediaman tersangka dilakukan secara terbuka. Dihadiri KPK sendiri dan LE," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis, 2 Februari.
Ali memastikan tak klandestin yang terjadi antara Firli dan Lukas seperti narasi tim pengacara. "Ada Polda, BIN, dari daerah, dari Kodam, ada semua di sana. Tidak ada pembicaraan yang khusus," tegasnya.
KPK mengaku bingung dengan narasi yang disampaikan pengacara Lukas jika seakan-akan ada perjanjian di ruang gelap. Ali mengingatkan kerja pimpinan komisi antirasuah tidak bisa hanya diputuskan satu orang melainkan harus kolektif kolegial.
Selain itu, keputusan Firli datang ke rumah Lukas di Jayapura, Papua juga didasari aturan perundangan. "Ada landasan hukumnya, Pasal 13 KUHP," ujarnya.
Lukas Enembe menyurati Firli Bahuri dengan tulisan tangannya sendiri. Ia menagih janji lewat tulisan tangannya.
"Iya (mengirim surat, red). Pak Lukas sendiri yang tulis," kata pengacara Lukas Enembe saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, 1 Februari.
Petrus mengatakan surat itu diterima oleh tim kuasa hukum pada Selasa, 31 Januari. "Intinya, menagih janji Bapak Firli," ungkapnya mengutip tulisan Lukas.
Tak dirinci janji apa yang dimaksud. Namun, Petrus memastikan surat itu sudah disampaikan ke KPK.
Sementara itu, VOI sudah mencoba menghubungi Firli Bahuri mengonfirmasi janji maupun surat yang dikirim Lukas. Namun, pesan singkat yang dikirimkan belum dibalas.
Sebelumnya, Lukas jadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi karena diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka. Pemberian itu dilakukan agar perusahaan swasta itu mendapat proyek di Papua.
KPK menyebut terjadi kesepakatan fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak dan pembayaran harus bebas dari potongan pajak.
Setelah bersepakat, perusahaan Rijantono mendapat tiga proyek. Pertama adalah peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga belasan miliar yang baru ditelisik KPK.
Selain Lukas, KPK menduga ada pejabat yang ikut bermain dalam penerimaan suap dan gratifikasi. Hanya saja, penyidik masih melakukan pendalaman.