Bagikan:

JAKARTA - Paus Fransiskus pada Hari Rabu mendesak pihak-pihak di Republik Demokratik Kongo untuk saling memaafkan, meminta umat Kristen yang terlibat dalam pertempuran untuk meletakkan senjata mereka, di mana konflik bersenjata yang telah berlangsung puluhan tahun menewaskan jutaan orang.

Pada Hari pertama perjalanannya yang ketiga ke Afrika sub-Sahara, Paus memimpin Misa yang menurut pemerintah setempat diikuti lebih dari satu juta orang di lapangan udara sekunder ibu kota Kinshasa.

Rakyat Kongo, kata Paus dalam homilinya, menderita "luka yang menyakitkan, terus-menerus terinfeksi oleh kebencian dan kekerasan, sementara obat keadilan dan balsem harapan sepertinya tidak pernah sampai," mengutip Reuters 1 Februari.

Konflik bersenjata telah menyebabkan 5,7 juta orang mengungsi di dalam negeri dan 26 juta menghadapi kelaparan parah, menurut PBB.

Paus Fransiskus mengatakan, Tuhan ingin orang-orang menemukan "keberanian untuk memberikan amnesti hati yang besar kepada orang lain".

"Betapa baiknya kita membersihkan hati kita dari kemarahan dan penyesalan, dari setiap jejak kebencian dan permusuhan!," seru Paus.

Diketahui, Kongo timur telah dilanda kekerasan yang terkait dengan dampak panjang dan kompleks dari genosida 1994 di negara tetangga Rwanda.

Kongo menuduh Rwanda mendukung kelompok pemberontak M23 yang memerangi pasukan pemerintah di timur. Rwanda menyangkal hal ini.

"Kami pergi karena perang," kata Lea Serundoru, 21, seorang siswa sekolah menengah yang melarikan diri dari pertempuran di wilayah Rutshuru dekat perbatasan dengan Uganda, daerah yang dilanda pertempuran antara tentara dan M23 tahun lalu.

Serundoru mengatakan dia berharap "kelompok bersenjata akan mendengarkan Paus dan meletakkan senjata mereka, karena dia adalah orang yang kuat dan berkuasa, dan kami yakin semuanya akan kembali normal".

Sekitar setengah dari 90 juta penduduk Kongo adalah Katolik Roma dan dalam homilinya, Paus Fransiskus berbicara kepada mereka serta orang Kristen lainnya yang terlibat dalam pertempuran itu.

"Semoga ini saat yang tepat bagi Anda semua di negara ini, yang menyebut diri Anda orang Kristen tetapi terlibat dalam kekerasan. Tuhan memberi tahu Anda: 'Letakkan tangan Anda, rangkul belas kasihan,'" kata paus.

"Negara sedang tidak baik. Ada perpecahan, kebencian, banyak pembantaian, terutama di timur. Setelah homili paus, saya berharap perdamaian akan kembali," kata Patrick Mukaba, seorang pengacara berusia 35 tahun, yang berada di sana bersama istrinya Laetitia.

Rencananya, Paus akan menemui para korban kekerasan dari bagian timur Kongo pada Rabu malam.

Kamis akan menjadi hari terakhirnya di Kongo, sebelum berangkat pada Jumat ke negara tetangga Sudan Selatan, negara lain yang bergulat dengan konflik dan kelaparan, pada Jumat pagi.

Untuk kunjungan Sudan Selatan, Paus akan didampingi Uskup Agung Canterbury dan Church of Scotland Moderator, perjalanan luar negeri bersama yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh tiga pemimpin Kristen.