JAKARTA - Rusia memperingatkan Amerika Serikat, pilar terakhir kontrol senjata nuklir bilateral kedua negara dapat berakhir pada tahun 2026 tanpa pengganti, karena apa yang dikatakannya sebagai upaya Washington untuk menimbulkan "kekalahan strategis" pada Moskow di Ukraina.
Baik Rusia maupun Amerika Serikat masih memiliki gudang senjata nuklir, yang saat ini sebagian dibatasi oleh Perjanjian START Baru 2011, yang pada tahun 2021 diperpanjang hingga 2026.
Namun, apa yang terjadi setelah 4 Februari 2026 tidak jelas, meskipun Washington telah mengindikasikan ingin mencapai kesepakatan lanjutan dengan Rusia.
Ditanya apakah Moskow dapat membayangkan tidak ada perjanjian pengendalian senjata nuklir setelah 2026, Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov mengatakan kepada kantor berita negara RIA: "Ini adalah skenario yang sangat mungkin terjadi."
Ryabkov, diplomat tertinggi pengawasan senjata Rusia mengatakan, Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir telah mengabaikan kepentingan Rusia dan membongkar sebagian besar arsitektur pengawasan senjata.
"New START mungkin menjadi korban dari ini," kata Ryabkov, mengutip Reuters dari RIA 30 Januari.
"Kami siap untuk skenario seperti itu," tegasnya.
Pernyataannya merupakan peringatan bagi Washington, bahwa dukungan militernya yang berkelanjutan untuk Ukraina dapat membatalkan perjanjian kontrol senjata bilateral pasca-Perang Dingin dengan Rusia.
Diketahui, Amerika Serikat telah memasok lebih dari 27 miliar dolar AS bantuan keamanan ke Ukraina, sejak Rusia menginvasi negara itu pada 24 Februari, termasuk lebih dari 1.600 sistem roket anti-pesawat Stinger, 8.500 sistem rudal anti-tank Javelin, dan lebih dari 1 juta peluru artileri 155mm.
"Seluruh situasi di bidang keamanan, termasuk kontrol senjata, telah disandera oleh AS yang menyebabkan kekalahan strategis di Rusia," sebut Ryabkov.
"Kami akan melawan ini dengan cara sekuat mungkin menggunakan semua metode dan sarana yang kami miliki," lugasnya.
Pembicaraan AS-Rusia tentang melanjutkan inspeksi di bawah perjanjian START Baru dibatalkan pada menit terakhir November 2022. Kedua belah pihak belum menyepakati kerangka waktu untuk pembicaraan baru.
Rusia dan Amerika Serikat, yang selama Perang Dingin dibatasi oleh jalinan perjanjian kontrol senjata, masih mendominasi sekitar 90 persen dari hulu ledak nuklir dunia.
Amerika Serikat mengatakan dalam Tinjauan Postur Nuklir 2022, Rusia dan China memperluas dan memodernisasi kekuatan nuklir mereka, sementara Washington akan mengejar pendekatan berdasarkan kontrol senjata untuk mencegah perlombaan senjata yang mahal.
BACA JUGA:
Diketahui, Perjanjian START Baru membatasi kedua belah pihak sebanyak 1.550 hulu ledak pada rudal balistik antarbenua yang dikerahkan, rudal balistik kapal selam dan pembom berat. Kedua belah pihak memenuhi batas tengah pada tahun 2018.
"Berakhirnya Perjanjian tanpa kesepakatan lanjutan akan membuat Rusia bebas untuk memperluas kekuatan nuklir strategis yang sekarang dibatasi, serta sistem jarak antarbenua dan regional baru yang saat ini tidak dibatasi oleh Perjanjian," menurut U.S. Nuclear Posture Review.
"Rusia sedang mengejar beberapa sistem berkemampuan nuklir baru yang dirancang untuk menahan AS atau Sekutu dan mitranya dalam risiko, beberapa di antaranya juga tidak termasuk di bawah New START."