Bagikan:

JAKARTA - Otoritas China mengumumkan pada Hari Senin, situasi COVID-19 di negara itu berada pada tingkat rendah, sementara kunjungan klinik karena virus corona selama Tahun Baru Imlek turun sekitar 40 persen dari sebelum liburan selama seminggu.

"Situasi epidemi secara keseluruhan di negara ini telah memasuki tingkat rendah, dan situasi epidemi di berbagai tempat terus mengalami tren penurunan yang stabil," kata juru bicara Komisi Kesehatan Nasional Mi Feng dalam konferensi pers pada Hari Senin, melansir Reuters 30 Januari.

Perjalanan domestik serta masuk dan keluar China selama periode liburan meningkat tajam karena jutaan orang naik pesawat, kereta api dan bus, setelah Beijing tiba-tiba menghapus kebijakan nol-COVID selama hampir tiga tahun pada awal Desember.

Perjalanan penumpang selama periode sibuk perjalanan tahunan mencapai 892 juta antara 7 Januari dan 29 Januari, naik 56 persen dari 2022, kata seorang pejabat kementerian transportasi kepada wartawan, tetapi turun 46,9 persen dari periode yang sama pada 2019.

Diketahui, pelonggaran pembatasan COVID yang tiba-tiba di China diikuti oleh gelombang infeksi di seluruh 1,4 miliar populasinya. Seorang ilmuwan pemerintah terkemuka mengatakan pada 21 Januari, 80 persen orang telah terinfeksi, membuat kemungkinan peningkatan besar kasus dalam beberapa bulan mendatang menjadi kecil.

Sebelumnya, beberapa ahli telah memperingatkan, perjalanan Tahun Baru Imlek, yang dikenal sebelum pandemi sebagai migrasi manusia terbesar di dunia, akan memicu gelombang infeksi di daerah pedesaan yang kurang siap menghadapinya.

Namun, pekan lalu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) China mengatakan, tidak ada peningkatan yang signifikan dalam kasus selama liburan, jumlah kasus COVID yang parah dan kematian telah menurun, dan tidak ada strain mutan baru yang teridentifikasi.

CDC juga mengatakan minggu lalu, kasus COVID yang sakit kritis di China turun 72 persen dari puncaknya awal bulan ini, sementara kematian harian di antara pasien COVID di rumah sakit turun 79 persen dari puncaknya.

Kendati demikian, sejumlah beberapa ahli global mengatakan data China yang dilaporkan tentang kematian terkait COVID, mungkin jauh lebih rendah dari jumlah sebenarnya karena tidak termasuk mereka yang meninggal di rumah, sementara beberapa dokter mengatakan mereka tidak disarankan untuk menyebut COVID sebagai penyebab kematian.