Bagikan:

JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono punya pesan kepada warga yang beraktivitas di Jakarta, di tengah kemacetan yang menjadi makanan sehari-hari.

Heru meminta masyarakat untuk tidak menambah pembelian kendaraan pribadi. Jika berkegiatan, Kepala Sekretariat Presiden itu menyarankan agar warga menggunakan angkutan umum.

"Jangan beli mobil banyak-banyak," kata Heru di kantor Kecamatan Jagakarsa, Jumat, 27 Januari.

Kondisi kemacetan Jakarta saat ini disebut sudah seperti keadaan sebelum pandemi COVID-19. Beberapa waktu lalu, Heru sempat mempertimbangkan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

Namun, sampai sekarang belum diterapkan. Heru mengaku WFH saat masa PPKM telah dicabut tak bisa mewajibkan perkantoran menerapkan WFH untuk para pegawainya. Sehingga, kebijakan WFH menjadi sebatas imbauan.

"Kalau WFH diserahkan kepada masing-masing pemilik kerja, masing-masing kantor," ujar Heru.

Sementara itu, Heru menyebut Pemprov DKI telah memiliki langkah mendesak yang dilakukan dalam mengurai kemacetan Jakarta.

Hal itu mulai dari rekayasa lalu lintas, menutup sejumlah putaran balik (U-turn) yang menimbulkan kepadatan lalu lintas, hingga membangun jalan tembus atau missing link pada beberapa titik.

"Memang, saat ini sudah berlangsung (sejumlah langkah jangka pendek). Ya, tidak serta Merta menyelesaikan kemacetan, minimal mengurangi," tutur dia.

Sebelumnya, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman menyebut indeks kemacetan di Jakarta saat ini sudah mencapai lebih dari 50 persen pada 7.800 kilometer ruas jalan di Ibu Kota.

Hal ini disampaikan Latif dalam rapat kerja Komisi B DPRD DKI Jakarta bersama jajaran Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Selasa, 24 Januari.

"Kita belum menghitung indeks kemacetan, tapi, perkiraan saya sejak akhir 2022 sudah di atas 50 persen. Ini menjadi perhatian kita bersama bagaimana situasi jakarta saat ini," kata Latif di Gedung DPRD DKI Jakarta.

Latif menyebut, kondisi kepadatan lalu lintas di Jakarta saat ini sudah mirip dengan yang terjadi pada 2019 lalu. Di mana, saat itu indeks kemacetannya mencapai 53 persen.

Berdasarkan hasil survei lembaga pemantau kemacetan asal Inggris, TomTom, Indonesia pun menempati peringkat 10 kota termacet di dunia pada tahun 2019.

"Tentunya kalau sudah di angka 50 persen sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi di angka 50 persen, di angka 40 persen, Jakarta itu sudah tidak aman," ujar dia.

Sampai pada kondisi pandemi COVID-19, indeks kemacetan Jakarta tahun 2020 turun ke angka 36 persen. Kemudian pada tahun 2021, angkanya kembali turun di angka 34 persen.

Latif menerangkan, pengurangan kepadatan lalu lintas di Ibu Kota terjadi karena pembatasan kegiatan masyarakat. Di mana, sejumlah kegiatan harus ditutup, pembelajaran sekolah dilakukan secara daring, dan banyak masyarakat bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

Namun, saat akhir 2022, seiring dengan pemerintah melonggarkan pembatasan dan dilanjutkan pada pencabutan PPKM, kemacetan di banyak titik kembali terjadi.

"Aktivitas masyarakat setelah pertengahan 2022, mulai Juli kemarin kita sudah merasakan sendiri aktivitas hampir sama di 2019," kata dia.