Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat kesulitan untuk memeriksa Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe terkait dugaan suap dan gratifikasi. Dia kerap mengaku sakit saat dimintai keterangan oleh penyidik.

"Untuk memeriksa saja kita masih sulit karena alasan sakit, sakit, sakit," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 27 Januari.

Meski butuh keterangan Lukas, KPK tak bisa memaksakan pemeriksaan. Penyebabnya, ada aturan yang melarang tersangka diperiksa dalam keadaan sakit.

"Kita enggak bisa memaksakan," tegasnya.

Sementara itu, Lukas Enembe dinilai akan merugi jika terus mengelak dari pemeriksaan penyidik. Dia tak punya kesempatan untuk membela dirinya jika merasa tak bersalah dalam kasus yang menjeratnya.

"Kalau kemudian terus menghindar dari proses pemeriksaan oleh KPK tentu hak-haknya pun juga kemudian tidak diperolehnya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 24 Januari.

Lagipula, penyidik tak hanya bergantung pada keterangan Lukas. Pencarian bukti praktik lancung yang dilakukan gubernur nonaktif dengan cara lain, seperti memeriksa saksi.

Karenanya, Lukas diminta kooperatif di hadapan penyidik. "KPK persilakan juga (Lukas Enembe, red) membuktikan sebaliknya dari apa yang kami sangkakan," ujar Ali.

Diberitakan sebelumnya, Lukas Enembe kini menjadi tahanan KPK karena dugaan suap dan gratifikasi terkait pengerjaan proyek di Pemprov Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka agar perusahaan itu dapat pekerjaan.

Komisi antirasuah menduga Lukas tak sendirian menerima suap dan gratifikasi. Penyidik masih menelisik siapa lagi pejabat yang ikut kongkalikong.

Disebut KPK, terdapat kesepakatan pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.

Dari sana, perusahaan Rijantono mendapat tiga proyek. Pertama adalah peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga belasan miliar yang baru ditelisik KPK.