Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan perubahan biaya haji 2023 menjadi Rp69,1 juta per jemaah, yang artinya naik dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

Anggota Komisi VIII dari Fraksi PKB MF Nurhuda Yusro mengaku kaget mendengar usulan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menaikkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) saat rapat kerja kemarin.

“Terus terang, kemarin itu kita semua (Komisi VIII) tercengang mendengar paparan usulan Menag. Karena tinggi banget yang harus ditanggung oleh calon jamaah,” ujar Nurhuda saat dikonfirmasi, Jumat, 20 Januari.

Kendati demikian, Nurhuda menilai, alasan Menag Yaqut menaikkan ongkos haji 2023 sudah cukup rasional. Khususnya, alasan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji di masa depan.

Di mana Menag menyebut, usulan kenaikan biaya ini haji untuk menjaga prinsip istitha’ah dan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun berikutnya.

“Istitha’ah itu kemampuan menjalankan ibadah. Sedangkan likuditas karena dana BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) terus tergerus akibat penggunaan nilai manfaat yang lebih tinggi dari Bipih,” jelas Nurhuda.

Meski begitu, legislator PKB dapil Jawa Tengah itu menyayangkan dana BPKH yang terus tergerus. Menurutnya, jika hal itu tetap berlangsung maka akan memberatkan calon jemaah haji di kemudian hari.

"Kita di Komisi VIII juga sudah lama mengkaji. Kalau terus begini, lama-lama BPKH tidak mampu memberangkatkan calon jamaah di masa yang akan datang,” kata Nurhuda.

Sebelumnya, Menag Yaqut mengusulkan biaya haji 2023 sebesar Rp69.193.733,60. Jumlah tersebut adalah 70 persen dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11.

Yaqut menjelaskan, BPIH 2022 sebesar Rp98.379.021,09 dengan komposisi Bipih sebesar Rp39.886.009,00 atau 40,54 persen dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp58.493.012,09 59,46 persen.

Sementara usulan Kemenag untuk BPIH 2023, sebesar Rp98.893.909,11 dengan komposisi Bipih sebesar Rp69.193.734,00 70 persen dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175,11 30 persen.

Adapun komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah, digunakan untuk membayar enam hal. Pertama, biaya penerbangan dari embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33.979.784,00. Kedua, akomodasi Makkah Rp18.768.000,00, ketiga untuk akomodasi Madinah Rp5.601.840,00.

Keempat, biaya hidup atau living cost Rp4.080.000,00, kelima, Visa Rp1.224.000,00. Keenam, paket layanan Masyair Rp5.540.109,60.

“Itu usulan pemerintah. Menurut kami, itu yang paling logis untuk menjaga supaya yang ada di BPKH itu tidak tergerus, ya dengan komposisi seperti itu. Jadi dana manfaat itu dikurangi, tinggal 30 persen, sementara yang 70 persen menjadi tanggung jawab jemaah,” ujar Yaqut dalam keterangannya, Jumat, 20 Januari.

Menurut Yaqut, kebijakan ini diambil pemerintah untuk memformulasikan BPIH dalam rangka menyeimbangkan besaran beban jemaah dan keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan. Dia menilai pembebanan BPIH harus mengedepankan prinsip keadilan. Formulasi tersebut, klaimnya, juga telah melalui proses kajian.

"Pembebanan BPIH harus mengedepankan prinsip istitha'ah dan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun berikutnya," ungkap Yaqut.

“Selain untuk menjaga itu (BPKH), yang kedua juga soal istitha'ah, kemampuan menjalankan ibadah. Kan, ada syarat jika mampu. Haji itu jika mampu. Kemampuan ini harus terukur, kami mengukurnya dengan nilai segitu,” tambahnya.