Timor Leste Minta Bantuan Indonesia Urus Corona
Menteri Perencanaan dan Investasi Timor Leste Xanana Gusmao (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Perencanaan dan Investasi Timor Leste Xanana Gusmao memohon kepada pemerintah Indonesia untuk memberi bantuan berupa tempat karantina bagi 17 warga negaranya yang akan dievakuasi dari China.

Itu dikatakan Xanana setelah melakukan pertemuan dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Selasa, 4 Februari.

"Kita enggak punya fasilitas, enggak punya apa-apa. Oleh karena itu kita minta (bantuan) kalau bisa," kata Xanana kepada wartawan di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat. 

Presiden pertama Timor Leste ini berharap Indonesia bisa memberikan bantuan agar warganya bisa segera dievakuasi dari negara tirai bambu tersebut. "Saya percaya bahwa karena Indonesia punya kemampuan lebih besar daripada kami dan akan membantu kami mengatasi situasi ini," ujarnya.

Tak hanya membahas soal penanganan virus corona, Xanana juga memohon bantuan pemerintah Indonesia tentang batas wilayah. Dia menyampaikan, Timor Leste dan Indonesia punya isu batas wilayah yang belum selesai.

"Kita antara Timor Leste dan Indonesia masih punya pending issue di land border kemudian boundary. ... Kita di sini bertukar pikiran tentang apa yang akan kita lakukan," ujarnya.

Pembicaraan soal batas wilayah ini juga dibenarkan oleh Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu Desra Percaya yang ikut dalam pertemuan ini. Kepada wartawan, Desra mengatakan pertemuan ini banyak membahas soal batas wilayah antar dua negara di titik Noel Besi Citrana dan Sunan Bijael Oben.

Hasil pertemuan itu, kata Desra, Menkopolhukam Mahfud MD ingin agar segera ada penyelesaian terkait batas wilayah dan dilakukan paling lambat sebelum pertengahan tahun.

"Ini kan penyelesaian politik. Sehingga disepakati diselesaikan sebelum pertengahan tahun. (Targetnya) sebelum pertengahan tahun," ungkap Desra.

Walau ada tarik ulur, namun penyelesaian batas wilayah tak akan menimbang dari segi penyelesaian politik saja. Namun, pemerintah dua negara juga akan mempertimbangkan sisi sosial. "Kesepakatannya adalah penyelesaian politik dan juga mempertimbangkan masyarakat yang tinggal di sana," kata dia.

Untuk kasus corona, Pemerintah Indonesia telah memulangkan 238 WNI dari Wuhan, Provinsi Hubei, China, terkait serangan virus corona. Ratusan orang ini tiba pada Minggu, 2 Februari di Bandara Hang Nadiem, Batam. 

Selanjutnya, mereka diterbangkan ke Lanud Raden Sajak di Natuna, Kepulauan Riau guna menjalani serangkaian medis selama dua pekan.

Sejumlah warga Natuna sempat menolak wilayah tempat tinggal mereka dijadikan sebagai lokasi observasi virus corona. Akibatnya, warga menggelar aksi unjuk rasa dengan cara berorasi hingga membakar ban.

TNI-Polri pun turun tangan untuk meredam aksi penolakan itu dengan cara memberikan penjelasan soal proses observasi virus corona. Masyarakat Natuna diminta untuk tidak khawatir lantaran ada jaminan jika virus itu tak akan tersebar dan menjangkit orang lain. 

Pada masa karantina ini, pemerintah membagi tiga lapis penanganan untuk para WNI itu. Lapis pertama, lokasi di mana para WNI tidak ada yang kontak dengan orang lain kecuali tenaga kesehatan. 

Lapis kedua digunakan untuk dukungan pelayanan kesehatan, makanan, dan sebagainya. Sementara di lapis ketiga digunakan untuk tempat melakukan pemantauan. Pertimbangan jarak yang berjauhan dengan lokasi masyarakat juga menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan lokasi karantina merujuk pada mekanisme penularan virus.