Empat Hal yang Disorot DPRD Soal Rencana Jalan Berbayar Jakarta
Photo by Refhad on Unsplash

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail menyoroti empat hal yang harus dipersiapkan secara matang sebelum rencana jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di Jakarta diterapkan.

Salah satunya adalah besaran tarif. Draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Electronic (PL2SE) tidak mengatur nominal tarif ERP yang bakal diterapkan.

Sejauh ini, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengusulkan ERP dikenakan tarif Rp5.000 hingga Rp19.000. Ismail berujar, besaran tarif akan ditentukan bukan dalam perda, melainkan regulasi turunannya yakni peraturan gubernur (pergub).

"Perda ini paling tidak akan menjadi payung hukum bagi pergub. karena menjadi konsideran bagi pergub, maka di perda ini kita berupaya sekomprehensif mungkin poin-poin mendasar yang harus dicantumkan di sana. Boleh jadi tarif bakal dicantumkan dalam pergub," kata Ismail di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin, 16 Januari.

Terkait besaran tarif, DPRD nantinya juga akan meminta penjelasan Dishub soal pertimbangan memutuskan nominal pembayaran tersebut.

"Kita akan mempertanyakan dasarnya dari mana angka tersebut. Pasti harus ada hitung-hitungannya," tambahnya.

Hal kedua yakni penentuan pihak yang mengelola pendapatan dari sistem pengendalian lalu lintas secara elektronik tersebut. Dalam usulan Dishub DKI, Pemprov DKI berencana mengadakan lelang kepada perusahaan swasta yang berperan untuk memberi modal dan sebagai operator pelaksana ERP.

Sementara, Pemprov DKI berperan sebagai unit pelaksana yang memungut tarif jalan berbayar untuk masuk ke pendapatan daerah. Di sini, Ismail memandang perlu ada badan khusus milik pemerintah yang mengurus hal itu.

"Teknisnya apakah harus ada unit pengelola khusus. Kita lihat mana yang lebih baik. Bahkan, tidak menutup kemungkinan dibuatkan saja sekalian seperti BUMD khusus. Yang dituntun adalah bagaimana hasil yang didapatkan dari jalan berbayar itu dipastikan layanan untuk pengguna jalan semakin baik," jelasnya.

Hal ketiga, Pemprov DKI perlu menyusun perencanaan yang matang mengenai pengelolaan biaya yang dibayar masyarakat akan tarif ERP. Serta keempat, bagaimana pemanfaatan dana dari hasil sistem ERP.

Mengingat, berdasarkan informasi yang diterima DPRD, penerimaan daerah dari pelaksanaan jalan berbayar bisa mencapai puluhan miliar rupiah per hari.

"Ini harus bisa dipastikan uang yang terkumpul itu memiliki kontribusi yang signifikan terutama dalam hal peningkatan pelayanan transportasi, baik terhadap pengguna jalan, pengguna tranportasi massalnya, dan sebagainya," tegas dia.

Sebagai informasi, draf Raperda tentang PL2SE yang mengatur jalan berbayar telah disusun. Pemprov dan DPRD DKI juga telah melakukan pembahasan awal mengenai muatan dalam raperda, namun pembahasan pasal per pasal belum dilakukan.

Dilihat dalam draf raperda, ada 25 ruas jalan yang bakal dikenakan penerapan ERP, yakni Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Majapahit, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan MH Thamrin; Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Panglima Polim, Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1-Simpang Jalan TB Simatupang).

Kemudian, Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan, Jalan Kyai Caringin, Jalan Tomang Raya, Jalan Jenderal S Parman (Simpang Jalan Tomang Raya-Simpang Jalan Gatot Subroto), Jalan Gatot Subroto, Jalan MT Haryono, Jalan DI Panjaitan, Jalan Jenderal A Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya-Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan), Jalan Pramuka, Jalan Salemba Raya, Jalan Kramat Raya, Jalan Pasar Senen, Jalan Gunung Sahari; dan, Jalan HR Rasuna Said.

Kemudian, pengendalian lalu lintas secara elektronik pada kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik berlaku setiap hari mulai 05.00 WIB-22.00 WIB.

Adapun kendaraan yang dikenakan tarif ERP adalah pengguna jalan yang menggunakan kendaraan bermotor dan kendaraan listrik. Terdapat sejumlah kendaraan yang dikecualikan dalam penerapan sistem jalan berbayar, di antaranya sepeda listrik, kendaraan bermotor umum plat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintah dan TNI/Polri kecuali/selain berplat hitam, kendaraan korps diplomatik negara asing, kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, dan kendaraan pemadam kebakaran.

Besaran tarif layanan pengendalian lalu lintas secara elektronik dan penyesuaiannya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah mendapatkan persetujuan DPRD DKI Jakarta. Sementara ini, Dinas Perhubungan DKI mengusulkan ERP dikenakan tarif Rp5.000 hingga Rp19.000.