Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Kerukunan Antarumat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdul Moqsith Ghazali mendorong pentingnya memperkuat kerukunan antarumat beragama menjelang tahun politik.

"Karena agama ini harus bisa membawa misi kemanusiaan bukan hanya politik saja yang bisa mengoyak kebersamaan," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Antara, Kamis, 12 Januari.

Kerukunan di Indonesia pada 2022 sudah berjalan pada jalurnya. Secara umum relasi umat beragama di Indonesia terjadi kesepahaman. Kesepahaman ini menyangkut pada posisi negara undang-undang dasar (UUD) dan kesadaran tokoh-tokoh lintas agama.

Soal refleksi kerukunan umat beragama selama 2022, pertama Negara Indonesia adalah keputusan bersama, sehingga argumen-argumen lain yang menolak UUD tidak bisa ditoleransi lagi.

Kedua, perbedaan antarumat beragama jika terkait akidah, maka tidak bisa ditukar tambah lagi dengan apapun itu.

"Akan tetapi sejauh menyangkut bukan akidah, maka itu bisa ditoleransi, kan?” kata dia.

Selain itu, Moqsith juga mengatakan bahwa ada beberapa kendala terkait kerukunan umat beragama pada 2022, di antaranya bahwa anasir tidak toleran dan tidak moderat pada dasarnya ada di semua agama.

"Setiap agama unik, dan selalu ada agama-agama yang unik yang tidak toleran, dan tidak moderat. Itulah yang menjadi kendala arus komunikasi antarumat lintas agama," ujar dia.

Ia memberikan pengarahan agar ke depannya kerukunan antarumat beragama tetap terjaga, seperti membangun tafsir agama yang terbuka dan moderat.

Dia mengatakan Komisi Kerukunan Antarumat Beragama MUI pun sudah membuat buku saku yang isinya mengenai etika berinteraksi dan bagaimana menjalin hubungan dengan pemeluk agama lain.