2.500 Orang Menganggur 7 Bulan Akibat Sanksi Pencemaran Debu Batu Bara Marunda, Buruh Tuntut Heru Cabut Penutupan PT KCN
Demonstrasi para buruh (Foto: DOK Diah Ayu/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah pekerja menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Mereka menuntut Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mencabut penutupan PT Karya Citra Nusantara (KCN).

Tujuh bulan lalu, Pemprov DKI mencabut izin lingkungan PT KCN karena terbukti melakukan pencemaran debu batu bara di kawasan Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, dan tidak menyelesaikan sanksi administratif yang diberikan.

Koordinator pengguna jasa pelabuhan (penjaspel) Marunda, Munif berujar, sebanyak 2.500 pekerja menganggur sejak penutupan PT KCN. Sementara perusahaan bongkar muat lain tetap beroperasi.

"Kami meminta PT KCN beroperasi kembali. Tujuh bulan KCN tidak ada kegiatan, tapi pelabuhan sekitarnya boleh berkegiatan," kata Munif saat ditemui di depan Balai Kota DKI, Kamis, 12 Januari.

Yang membuat para buruh heran, mengapa Pemprov DKI hanya menutup PT KCN atas masalah pencemaran debu batu bara di Marunda. Sementara, setelah izin PT KCN dicabut, ternyata debu batu bara masih mencemari permukiman warga.

"Ternyata pencemaran itu tetap ada walaupun KCN ditutup. Yang jadi pertanyaan kami sebagai yang mencari nafkah, kenapa hanya KCN yang dipersoalkan. Jadi, kami meminta (Heru) untuk mengevaluasi lagi surat keputusan pencabutan KCN," ungkap Munif.

Kini, pencemaran debu batu bara di kawasan Rusunawa Marunda menjadi masalah tak berkesudahan yang dialami warga. Sejauh ini, ada satu perusahaan pelaku pencemaran debu batu bara yang telah disetop perizinan lingkungannya, yakni PT Karya Citra Nusantara, belum beroperasi kembali.

Kemudian, berdasarkan hasil pengawasan, Dinas LH DKI masih menemukan empat perusahaan yang masih mengeluarkan asap batu bara pada cerobong dalam kegiatan bongkar muat mereka.

Namun, Kepala Dinas LH DKI Jakarta Asep Kuswanto menyebut kadar emisi pada empat perusahaan tersebut masih berada di bawah standar ambang baku mutu yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Ada 4 perusahaan yang memang menggunakan batu bara. Itu sudah kita cek baku mutu cerbong dan itu masih di bawah baku mutu. Kita masih cek apakah ada perusahaan lain yang berpotensi. Makanya sekarang kita sudah menaruh SPKU di Marunda untuk mengukur kualitas udara," ungkap Asep.

Sementara, terkait masih tercemarnya debu batu bara, Asep mengaku perusahaan yang operasionalnya menggunakan batu bara tidak bisa sepenuhnya bersih dari pencemaran udara. Meskipun kadar emisi masih di bawah baku mutu, asap yang keluar lewat cerobong masih bisa terbang dan terbawa ke arah Rusunawa Marunda.

"Namanya batu bara, apapun yang keluar dari cerobong, walaupun sedikit. Sedikit-banyak abu yang terbang, mungkin itu yang akhirnya terbawa angin dan sampe ke rusun. Jadi, memang kejadiannya seperti itu," jelas Asep.