Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Gubernur Papua Lukas Enembe menerima gratifikasi berupa uang. Pemberian ini agar dia memberikan izin proyek di wilayah Papua.

"Berdasarkan bukti permulaan sejauh ini berjumlah sekitar Rp10 miliar," kata Ketua KPK Firli Bahuri di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Januari.

Firli tak memerinci siapa saja pemberi gratifikasi itu. Namun, dia bilang ada 76 saksi yang telah diperiksa.

Selain itu, ada penggeledahan yang dilakukan penyidik di Papua, Jakarta, Sukabumi, Bogor, dan Tangerang. Tujuannya, untuk mencari barang bukti terhadap penerimaan suap dan gratifikasi yang dilakukan Lukas.

Sebelumnya, Lukas Enembe sudah diumumkan sebagai tersangka oleh KPK secara resmi pada Kamis, 5 Januari. Pengumuman disampaikan bersamaan penetapan dan penahanan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka.

Meski begitu setelah ditangkap di Jayapura, Lukas tak langsung ditahan. Dia diperiksa lebih dulu di RSPAD Gatot Soebroto dan kemudian dibantarkan sampai dokter menyatakan Lukas sehat.

Dalam kasus ini, Rijantono diduga bisa mendapatkan proyek karena kongkalikong dengan beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum lelang proyek dimulai. Komunikasi diyakini dibarengi pemberian suap.

Kesepakatan dalam kongkalikong Rijantono, Lukas dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah.