JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe, tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada Selasa, 10 Januari. Adalah Rossa Purbo Bekti yang ternyata menangkap orang nomor satu di Bumi Cendrawasih itu.
"Yang menangkap Gubernur Lukas itu Kasatgas Rossa Purbo Bekti bersama timnya," bisik sumber VOI di KPK, Rabu, 11 Januari.
Rossa merupakan sosok yang dulunya pernah dikembalikan oleh Ketua KPK Firli Bahuri ke instansi awalnya, Polri. Pengembalian ini berpolemik karena dia masuk sebagai anggota tim yang menangkap tangan eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan pada 2020 lalu.
Saat itu, Wahyu ditangkap tangan oleh komisi antirasuah karena menerima suap dari calon legislatif (caleg) Harun Masiku.
Setelah operasi senyap itu terjadi, Rossa tiba-tiba dikembalikan ke Korps Bhayangkara. Padahal, masa tugasnya di KPK baru habis pada September 2020 dan bisa diperpanjang.
Ketika berpolemik, pimpinan KPK menyebut pengembalian ini atas permintaan instansi asalnya. Hanya saja, Polri mengaku telah membatalkan penarikan itu.
Lukas Enembe tiba di Jakarta sekitar pukul 20.45 WIB. Dia dibawa setelah ditangkap saat makan siang di Papua.
KPK mengungkap penangkapan dilakukan karena Lukas diduga berupaya kabur ke luar negeri. Sehingga, tim bergerak memburunya setelah memantau kesehatannya lebih dulu karena dia diklaim sakit parah oleh kuasa hukumnya.
Sebelumnya, Lukas Enembe sudah diumumkan sebagai tersangka oleh KPK secara resmi pada Kamis, 5 Januari. Pengumuman disampaikan bersamaan penetapan dan penahanan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka.
Dalam kasus ini, Rijantono diduga bisa mendapatkan proyek karena kongkalikong dengan beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum lelang proyek dimulai. Komunikasi diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijantono, Lukas dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
BACA JUGA:
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah.