Kutuk Hukuman Mati Iran Terhadap Pengunjuk Rasa, Paus Fransiskus: Tidak Beri Efek Jera, Kobarkan Rasa Haus Balas Dendam
Paus Fransiskus. (Wikimedia Commons/Aleteia Image Department)

Bagikan:

JAKARTA - Paus Fransiskus untuk pertama kalinya mengutuk eksekusi mati pengunjuk rasa Iran, dalam pidato Tahun Baru tradisionalnya kepada para diplomat Hari Senin, mengatakan perang di Ukraina adalah "kejahatan terhadap Tuhan dan kemanusiaan".

Pidato delapan halaman Paus Fransiskus dalam bahasa Italia, dibacakan kepada perwakilan dari sebagian besar dari 183 negara yang terakreditasi ke Vatikan.

Dalam kesempatan tersebut, Paus kecamannya terhadap aborsi, mengimbau "khususnya bagi mereka yang memiliki tanggung jawab politik, untuk berusaha melindungi hak-hak mereka yang paling lemah", dan dia kembali memperingatkan tentang ancaman konflik nuklir.

Namun, hal baru utama dari pidatonya di Hall of Benedictions Vatikan adalah, keprihatinannya terhadap kerusuhan nasional di Iran sejak kematian wanita Kurdi Mahsa Amini (22) saat ditahan oleh polisi moral Iran pada September lalu.

Paus mengecam langkah otoritas Iran mengeksekusi pengunjuk rasa yang dinilai menyebabkan kerusuhan.

"Hak untuk hidup juga terancam di tempat-tempat di mana hukuman mati terus diterapkan, seperti yang terjadi hari-hari ini di Iran, menyusul demonstrasi baru-baru ini yang menuntut penghormatan yang lebih besar terhadap martabat perempuan," kata Paus, melansir Reuters 9 Januari.

Diketahui, sejauh ini sudah ada empat pengunjuk rasa yang telah dieksekusi sehubungan dengan gelombang protes rakyat Iran.

"Hukuman mati tidak dapat digunakan untuk keadilan negara yang diakui, karena itu tidak menimbulkan efek jera atau memberikan keadilan kepada para korban, tetapi hanya mengobarkan rasa haus akan balas dendam," ujar Paus Fransiskus.

Lebih lanjut, Paus kemudian mengulangi seruan untuk mengakhiri hukuman mati di seluruh dunia, dengan mengatakan itu "selalu tidak dapat diterima karena menyerang martabat orang yang tidak dapat diganggu gugat".

Paus mengungkapkan, banyak negara memberikan basa-basi untuk komitmen yang telah mereka buat untuk menghormati hak asasi manusia dan dia menyerukan penghormatan terhadap perempuan, dengan mengatakan mereka masih secara luas dianggap sebagai warga negara kaca kedua, yang mengalami kekerasan dan pelecehan.

"Tidak dapat diterima bahwa sebagian orang harus dikeluarkan dari pendidikan, seperti yang terjadi pada perempuan Afghanistan," kritik Paus.

Mengenai Perang Ukraina, Paus Fransiskus menyoroti kematian dan kehancurannya, dengan serangan terhadap infrastruktur sipil yang menyebabkan hilangnya nyawa tidak hanya dari tembakan dan tindakan kekerasan, tetapi juga dari kelaparan dan dingin yang membekukan".

Mengutip konstitusi Vatikan, Paus mengatakan "setiap tindakan perang yang diarahkan pada penghancuran tanpa pandang bulu seluruh kota atau wilayah yang luas dengan penduduknya, adalah kejahatan terhadap Tuhan dan kemanusiaan yang pantas mendapat kecaman tegas dan tegas".

Diketahui, Paus juga mengulangi seruannya untuk pelarangan total senjata nuklir, dengan mengatakan kepemilikan mereka karena alasan pencegahan adalah "tidak bermoral", dalam pidato tersebut.