Bagikan:

JAKARTA - Misi NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) di Kosovo, KFOR, telah menolak permintaan Pemerintah Serbia untuk mengirim hingga 1.000 personel polisi dan tentara ke Kosovo, setelah bentrokan antara Serbia dan otoritas Kosovo, kata Presiden Aleksandar Vucic Hari Minggu.

Bekas provinsi Kosovo di Serbia mendeklarasikan kemerdekaan pada 2008, setelah perang pada 1998-1999 di mana NATO mengebom Republik Federal Yugoslavia, yang saat itu meliputi Serbia dan Montenegro, untuk melindungi Kosovo yang mayoritas penduduknya Albania.

"Mereka (KFOR) menjawab, mereka menganggap tidak perlu mengembalikan tentara Serbia ke Kosovo, mengutip resolusi PBB yang menyetujui mandat mereka di Kosovo," kata Presiden Vucic dalam sebuah wawancara dengan televisi swasta Pink, melansir Reuters 9 Januari.

Bulan lalu, untuk pertama kalinya sejak akhir perang, Serbia meminta pengerahan pasukan di Kosovo sebagai tanggapan atas bentrokan antara otoritas Kosovo dan Serbia di wilayah utara, di mana mereka merupakan mayoritas.

Resolusi Dewan Keamanan PBB mengatakan Serbia mungkin diizinkan, jika disetujui oleh KFOR, untuk menempatkan personelnya di perlintasan perbatasan, situs keagamaan Kristen Ortodoks dan area dengan mayoritas Serbia.

Vucic mengkritik KFOR karena memberi tahu Serbia tentang keputusannya menjelang Natal Kristen Ortodoks, setelah polisi Kosovo menangkap seorang tentara yang sedang tidak bertugas yang diduga menembak dan melukai dua pemuda Serbia di dekat Kota Shterpce.

Polisi mengatakan kedua korban, berusia 11 dan 21 tahun, dibawa ke rumah sakit dan luka mereka tidak mengancam jiwa.

Pihak berwenang Kosovo mengutuk insiden itu, yang telah mengobarkan ketegangan.

Terpisah, media Serbia melaporkan pemuda lain diduga diserang dan dipukuli oleh sekelompok orang Albania pada Sabtu pagi, sementara media di Pristina melaporkan bahwa sebuah bus Kosovo yang menuju Jerman melalui Serbia diserang dan kaca depannya pecah dengan batu pada hari yang sama.

Pada Hari Minggu, beberapa ribu orang Serbia melakukan protes damai di Shterpce, menentang apa yang mereka sebut "kekerasan terhadap orang Serbia".

Organisasi internasional mengutuk serangan itu, yang diperkirakan akan memperdalam ketidakpercayaan antara mayoritas etnis Albania dan sekitar 100.000 etnis Serbia yang tinggal di Kosovo. Separuh dari mereka tinggal di utara dan sebagian besar menolak mengakui kemerdekaan Kosovo.

Sementara itu Goran Rakic, ketua Serb List, yang merupakan partai utama Serbia di Kosovo, menuduh Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti berusaha mengusir orang Serbia.

"Tujuannya adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga orang Serbia meninggalkan rumah mereka," ujar Rakic.

"Pesan saya adalah kita tidak boleh menyerah," tandasnya.