JAKARTA - Sejumlah pegawai penyedia jasa lainnya (PJLP) perorangan mendatangi kantor DPRD DKI Jakarta untuk mengadukan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1095 Tahun 2022 tentang Pedoman Pengendalian Penggunaan Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP). Surat itu ditujukan kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi.
Azwar Laware, PJLP paruh baya dan beberapa rekan sejawatnya mengirimkan surat pengaduan kepada Prasetyo setelah sebelumnya mendatangi Balai Kota DKI Jakarta dan mengirimkan surat keberatan kepada Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono terhadap Kepgub tersebut.
Dalam kepgub tersebut, Heru membatasi usia PJLP yang dipekerjakan Pemprov DKI maksimal 56 tahun. Sehingga, Azwar dan ribuan PJLP berusia lanjut tersebut terancam menganggur mulai tahun 2023.
Saat mengadukan kepada DPRD, Azwar menyebut pihaknya memlliki dua tuntutan yang sama seperti tuntutan mereka kepada Heru beberapa waktu lalu, yakni penundaan pemberlakuan kepgub dan pemberian kesempatan bagi PJLP di atas 56 tahun untuk bekerja satu tahun lagi.
"Kami sudah tanda terima dari DPRD karena kita menyampaikan surat ke Ketua DPRD DKI Jakarta terkait permohonan teman-teman semua agar Kepgub Nomor 1095 ditunda pemberlakukannya di tahun 2023. Yang kedua, rekan-rekan PJLP memohon yang berusia 56 tahun, 57, 58, dan seterusnya agar dipekerjakan kembali minimal 1 tahun lagi," kata Azwar kepada wartawan, Jumat, 30 Desember.
Azwar meminta pengertian Pemprov DKI bahwa regulasi baru ini mengancam keberlangsungan hidup PJLP di atas 56 tahun. Peraturan yang mendadak diterbitkan ini mengakibatkan mereka tak bisa mempersiapkan stabilitas perekonomiannya ketika masa kontrak kerjanya berakhir pada 31 Desember 2022.
"Saya berharap Pak Pj Gubernur DKI Jakarta jangan hanya mempertimbangkan mereka yang masih punya kesempatan setahun, lima tahun, sepuluh tahun, dua puluh tahun ke depan. Tapi, pertimbangkan kami juga yang sudah bingung bagaimana membiayai sisa hidup yang ada setelah kami diputus kerja tanpa pesangon, tanpa jaminan hari tua," urainya.
Sebelumnya, Heru menjelaskan keputusannya untuk membatasi usia PJLP telah mengikuti regulasi dalam undang-undang yang mengatur soal ketenagakerjaan.
"Pembatasan usia PJLP 56 tahun itu mengacu kepada UU Ketenagakerjaan. Dalam aturan itu, usia pekerja dikunci sampai 56 tahun. Sebelumnya memang tidak diatur berapa usia maksimalnya," kata Heru kepada wartawan, Rabu, 14 Desember.
Kenapa usianya harus dibatasi? Asisten Pemerintahan Sekda DKI Jakarta Sigit Wijatmoko berujar, pemerintah sedang dalam proses mengangkat tenaga honorer sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sementara, ada batasan usia maksimum kepada pekerja yang menjadi PPPK.
"Ada imbauan MenPAN RB soal yang tadinya masuk kategori 2 sebagai honorarium daerah untuk diangkat sebagai PPPK di masing-masing daerah. Ada batasan usia maksimum, di situ jadi rujukan," urai Sigit.
Kemudian, pemerintah pun kini harus meng-cover layanan BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan pada semua PJLP di lingkungan Pemprov DKI untuk memberikan perlindungan keselamatan kerja. Sementara, ada batasan usia pekerja yang menjadi peserta BPJS.
"Kalau dulu mungkin keikutsertaan BPJS tidak diwajibkan. Begitu sekarang dia masuk, (batasan usia) menjadi mandatory. Maka, kriteria usia maksimum yang bisa di-cover oleh BPJS itu menjadi rujukan," ungkap dia.
Alasan lainnya, Pemprov DKI ingin mengurangi tingkat pengangguran pada usia produktif. Sehingga, posisi PJLP yang berusia di atas 56 tahun akan bisa digantikan dengan angkatan kerja usia lebih muda.
BACA JUGA:
“Diharapkan dengan Kepgub baru tersebut mampu memberi peluang lebih besar bagi kelompok usia muda dan produktif untuk mendapatkan pekerjaan sesuai kriteria, sehingga kita siap menghadapi bonus demografi," urai Sigit.