JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta menambah satu alasan yang mendasari aturan terbaru mengenai pembatasan usia penyedia jasa lainnya perorangan (PJLP) maksimal 56 tahun. Aturan baru ini akan berlaku per 1 Januari 2023.
Selain mengikuti regulasi dari pemerintah pusat, ternyata Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono juga ingin mengurangi tingkat pengangguran pada usia produktif. Sehingga, posisi PJLP yang berusia di atas 56 tahun akan bisa digantikan dengan angkatan kerja usia lebih muda.
Pembatasan usia PJLP ini tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1095 Tahun 2022 tentang Pedoman Pengendalian Penggunaan Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP).
“Diharapkan dengan Kepgub baru tersebut mampu memberi peluang lebih besar bagi kelompok usia muda dan produktif untuk mendapatkan pekerjaan sesuai kriteria, sehingga kita siap menghadapi bonus demografi," kata Asisten Pemerintahan Sekda DKI Jakarta Sigit Wijatmoko dalam keterangannya, Senin, 26 Desember.
Berdasarkan data Pemprov DKI, pengangguran di DKI Jakarta juga didominasi kaum muda. Jumlah pengangguran DKI Jakarta per Agustus 2021 tercatat sebanyak 439.899 orang, di mana 271.134 di antaranya berusia 16-30 tahun.
Pengangguran terbanyak merupakan lulusan sekolah menengah tingkat atas, yakni SMA 69.435 dan SMK 120.319, disusul tingkat sarjana sebanyak 39.850 orang.
Dengan demikian, Belum lagi, Indonesia akan dihadapkan pada bonus demografi pada tahun 2012-2031. Di mana, kondisi kependudukan dengan angka usia produktif di atas 50 persen.
Menurut Sigit, jika usia produktif bekerja dan berpenghasilan, pendapatan bersama seluruh penduduk di sebuah negara akan jauh lebih besar dibandingkan dengan belanja pengeluarannya.
"Selain itu akan ada regenerasi pekerja yang juga diharapkan dapat mengoptimalkan kinerja perangkat daerah di lingkungan Pemprov DKI,” urainya.
BACA JUGA:
Alasan sebelumnya
Heru sebelumnya menjelaskan keputusannya untuk membatasi usia PJLP telah mengikuti regulasi dalam undang-undang yang mengatur soal ketenagakerjaan.
"Pembatasan usia PJLP 56 tahun itu mengacu kepada UU Ketenagakerjaan. Dalam aturan itu, usia pekerja dikunci sampai 56 tahun. Sebelumnya memang tidak diatur berapa usia maksimalnya," kata Heru kepada wartawan, Rabu, 14 Desember.
Kenapa usianya harus dibatasi? Asisten Pemerintahan Sekda DKI Jakarta Sigit Wijatmoko berujar, pemerintah sedang dalam proses mengangkat tenaga honorer sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sementara, ada batasan usia maksimum kepada pekerja yang menjadi PPPK.
"Ada imbauan MenPAN RB soal yang tadinya masuk kategori 2 sebagai honorarium daerah untuk diangkat sebagai PPPK di masing-masing daerah. Ada batasan usia maksimum, di situ jadi rujukan," urai Sigit.
Kemudian, pemerintah pun kini harus meng-cover layanan BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan pada semua PJLP di lingkungan Pemprov DKI untuk memberikan perlindungan keselamatan kerja. Sementara, ada batasan usia pekerja yang menjadi peserta BPJS.
"Kalau dulu mungkin keikutsertaan BPJS tidak diwajibkan. Begitu sekarang dia masuk, (batasan usia) menjadi mandatory. Maka, kriteria usia maksimum yang bisa di-cover oleh BPJS itu menjadi rujukan," ungkap dia.
"Jadi, ini adalah bagaimana kita bisa tetap melindungi hal-hal mereka. BPJS hingga upah minimum itu kan adalah proteksi, memberikan perlindungan dan kepastian (kerja) bagi mereka," lanjutnya.