Sidang Bridagir J, Romo Magnis Sebagai Ahli Moral Sebut Ada 2 Unsur Meringankan Bharada E
Budayawan sekaligus guru besar filsafat moral Prof. Romo Frans Magnis Suseno (kanan) dihadirkan dalam sidang terdakwa Bharada E pada Senin 26 Desember. (Rizky A-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Guru besar filsafat moral yang dihadirkan sebagai ahli, Prof. Romo Frans Magnis Suseno, menyebut ada dua unsur yang dapat meringankan Richard Elizer alias Bharada E di kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J. Mulai dari kepangkatan hingga keterbatasan waktu.

Romo mMagnis menjelaskan, unsur pertama yang bisa meringankan, yakni kepangkatan di Polri. Bharada E merupakan anggota polisi paling rendah di instansi kepolisian.

Saat insiden penembakan ternjadi, ia diperintah Ferdy Sambo yang berpangkat jenderal bintang dua. Sehingga, dinilai membuatnya terpaksa untuk melaksanakan perintah tersebut.

“Budaya laksanakan itu adalah unsur yg paling kuat,” ujar Romo Magnis dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin, 26 Desember.

Kemudian, ada unsur keterbatasan waktu untuk berpikir. Ia tak bisa menentukan keputusan berat itu dengan cepat.

“Kebebasan hati untuk masih mempertimbangkan dalam waktu berapa detik yang tersedia mungkin tidak ada,” ungkapnya.

Dengan dasar itu, Bharada E diyaninkan mengalami dilema moral karena satu sisi ia harus menjalankan perintah sesuai dengan budaya perintah-laksanakan.

Sedangkan sisi lainnya mengetahui penembakan terhadap seseorang tanpa dasar merupakan tindakan yang tak dibenarkan.

“Dia harus langsung bereaksi. Itu dua faktor yang secara etis yang meringankan,” kata Romo Magnis Suseno yang juga budayawan.

Bharada E diketahui menembak senjornya, Brigadir J, dengan senjata api jenis Glock-17.

Penembakan itu disebut atas perintah eks Kadiv Propam Ferdy Sambo yang berlangsung di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.

Namun, sebelum menembak, ia sempat berdoa terlebih dulu. Alasannya, Bharada E ragu dengan perintah yang diberikan kepadanya.

Adapun, di kasus ini juga ada empat terdakwa lainnya. Mereka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Mereka semua didakwa Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.