Bagikan:

JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) mengklaim telah mengantongi nama yang diduga ikut terlibat kasus dugaan suap di Mahkamah Agung (MA). Informasi ini diperoleh setelah mereka memeriksa Hakim Agung MA yang kini jadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara etik.

"Kami dapat banyak informasi termasuk nama-nama, tapi memang kami terus dalami," kata anggota KY Binziad Kadafi kepada wartawan yang dikutip Selasa, 27 Desember.

Meski begitu, Kadafi tak memerinci nama itu. Dia mengatakan informasi yang didapat akan disampaikan ke MA untuk perbaiki sistem sehingga praktik pengurusan perkara tak lagi terjadi.

"Titik-titik lemah ya dari perkara ini untuk kemudian jadi pertimbangan kuat Mahkamah Agung dalam menjalankan perbaikan-perbaikan," tegasnya.

Dalam kasus suap pengurusan perkara di MA, KPK telah menetapkan 14 tersangka. Terbaru, Hakim Yustisial Edy Wibowo menggunakan rompi oranye KPK.

Selain itu, ada 13 saksi lain, yaitu Hakim Agung Gazalba Saleh; Hakim Yustisial Prasetio Nugroho; dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.

Berikutnya, tersangka lainnya adalah Hakim Agung Sudrajat Dimyati; Hakim Yudisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu (ETP); dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua ASN di MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Kemudian, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Sudrajad Dimyati menjadi tersangka karena menerima uang untuk memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang. Pengajuan tersebut berkaitan dengan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Sementara, Gazalba Saleh jadi tersangka karena diduga menerima uang hingga Rp2,2 miliar atau 202 ribu dolar Singapura. Pemberian itu berkaitan penjatuhan hukuman pidana bagi pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Budiman Gandi.

Terakhir, Hakim Yustisial Eko Wibowo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima uang sebesar Rp3,7 miliar. Penerimaan ini dilakukan agar Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM) tidak dinyatakan pailit.