Bagikan:

JAKARTA - Keputusan Taliban untuk melarang wanita dari universitas di Afghanistan tidak memiliki dasar dalam Islam, kata Menteri Luar Negeri Mevlüt Çavuşoğlu pada Hari Kamis.

"Keputusan mereka merupakan sumber perhatian serius," ujar Çavuşoğlu, menambahkan Turki menolak keputusan ini, melansir Daily Sabah 22 Desember.

"Larangan ini tidak Islami dan tidak humanistik. Islam mendorong pendidikan," tegasnya.

Menlu Çavuşoğlu menegaskan kembali, bahwa Turki, sejak awal, mempertahankan hubungan dengan Taliban tanpa secara resmi mengakui kelompok tersebut demi stabilitas sambil mendukung pendidikan di Afghanistan.

"Kami meminta mereka untuk inklusif. Di sisi lain, kami menyampaikan kepada mereka (Taliban) pemikiran kami tentang hak-hak perempuan dan pendidikan anak perempuan," terangnya.

Mengatakan bahwa ada sekitar 1 juta wanita yang memenuhi syarat untuk pendidikan universitas, Çavuşoğlu melanjutkan: "Kerugian apa yang dapat ditimbulkan oleh pendidikan wanita bagi kemanusiaan atau bagi Afghanistan? Manfaat apa yang dibawa oleh keputusan seperti itu?"

Sehari sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Turki menekankan bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia yang mendasar, yang harus dimanfaatkan semua orang tanpa diskriminasi atas dasar kesetaraan, dan tidak seorang pun boleh dirampas.

Dalam sebuah pernyataan tertulis, kementerian meminta pihak berwenang Afghanistan untuk meninjau kembali keputusan tersebut dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan.

"Pemerintahan Taliban membuat keputusan yang melarang mahasiswi memasuki universitas di Afghanistan. Ini adalah keputusan yang bertentangan dengan semangat Islam," ujar juru bicara Kepresidenan Ibrahim Kalin pada Hari Rabu.

Diketahui, penutupan universitas untuk wanita oleh rezim Taliban juga memicu keterkejutan dan kemarahan di Afghanistan, di mana banyak yang mencoba memproses bagaimana kehidupan mereka telah berubah.

Taliban pada Hari Selasa melarang perempuan dari semua universitas di Afghanistan dengan segera, yang terbaru dalam serangkaian langkah kelompok itu sejak mengambil alih kekuasaan pada tahun 2021, untuk secara besar-besaran membatasi hak-hak perempuan dan mengecualikan perempuan dan anak perempuan dari kehidupan publik.