Bagikan:

JAKARTA - Lembaga survei LSI Denny JA merangkum empat king maker yang menentukan calon presiden beserta calon wakil presiden Pemilu 2024 per Desember 2022.

peneliti LSI Denny JA Fitri Hari mengungkapkan, empat pimpinan partai politik yang menjadi king maker tersebut adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketum NasDem Surya Paloh.

Tiga dari empat king maker berpotensi meneruskan arah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Sementara, satu king maker bisa menjadi lawan dari penerusan kebijakan Jokowi selama memimpin RI.

"Di bulan Desember 2022, LSI Denny JA mencatat tumbuhnya empat king maker yang akan menentukan maksimal tiga pasang Capres. Megawati, Airlangga, dan Prabowo membawa spirit meneruskan Jokowi, hanya Surya Paloh yang potensial menjadi antitesa Jokowi," kata Fitri Hari dalam keterangannya, Selasa, 20 Desember.

Fitri Hari mengungkapkan, masing-masing dari empat king maker ini menghadapi dilema. Dilema ini berkaitan dengan posisi capres maupun cawapres yang akan diusung, posisi di pemerintahan, posisi koalisi, atau slogan ke depan sebagai penerus atau antitesa Jokowi.

Dilema Megawati, ujar Fitri Hari, adalah memutuskan pilihan membuat kader PDIP menjadi cawapres Prabowo bagi Puan Maharani atau Ganjar Pranowo, atau meninggalkan Prabowo dan mengusung kader PDIP maju sebagai capres.

"Jika Megawati menyerahkan Puan sebagai cawapres Prabowo, Ganjar akan dipinang partai lain sebagai capres. Jika menyerahkan Ganjar menjadi cawapres Prabowo, bukankah elektabilitas Ganjar lebih tinggi dan PDIP partai lebih besar dibandingkan Gerindra?" ungkap Fitri Hari.

"Lalu, jika Ganjar dipilih maju sebagai capres PDIP siapa wakilnya? Mustahil cawapres Ganjar adalah Prabowo karena Prabowo ingin tetap menjadi capres dan berarti tidak berkoalisi dengan Gerindra," lanjutnya.

Dilema Prabowo menurut Fitri Hari adalah elektabilitasnya berada di bawah Ganjar Pranowo, tetapi Prabowo harus tetap maju untuk mendongkrak dukungan terhadap Partai Gerindra.

"Pilihan pertama Prabowo mendapat cawapres dari PDIP. Tapi pasangan dari PDIP semakin sulit di dapat karena PDIP sebagai partai terbesar jika memungkinkan tetap akan memilih capres dari partainya sendiri. Lalu, Prabowo kesulitan mencari cawapres di luar PKB. Sementara PKB bersikukuh harus Cak Imin cawapresnya," urai dia.

Lalu, dilema Airlangga Hartarto, apakah Airlangga akan kukuh sebagai capres meski elektabilitasnya rendah atau fokus menjadi cawapres bagi capres yang potensial menang.

Data survei LSI Denny JA menunjukkan tokoh potensial yang bersanding dengan Airlangga adalah menjadi cawapres dari Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan.

Pasangan Ganjar-Airlangga memang lebih unggul sebesar 28,7 persen dibandingkan dengan pasangan Anies-AH sebesar 21,4 persen.

"Tapi selisih itu masih satu digit dan masih bisa dikejar untuk jangka waktu Pilpres yang masih panjang. Memang masih ada waktu menaikan elektabilitas Airlangga sebagai capres. Namun Airlangga jangan lupa bahwa telat bergerak akan membuat Ganjar atau Anies keburu memiliki cawapres yang lain," jelas Fitri Hari.

Sementara dilema Surya Paloh saat ini miliki suara beroposisi dengan Jokowi cukup kuat karena telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capresnya, tapi ia masih menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi.

"Dilema Surya Paloh, Nasdem tetap di pemerintahan atau keluar dari pemerintahan agar tegas bahwa Anies Baswedan yang diusung membawa isu perubahan," tutur Fitri Hari.

"Dilema Surya Paloh selanjutnya, menampung partai oposisi PKS atau Demokrat dengan AHY sebagai Cawapres Anies, atau memoderatkan diri bergabung dengan KIB dengan Airlangga sebagai cawapres," tambah dia.