Ada Lonjakan Wabah Kolera dan Peningkatan Kematian, Pejabat WHO: Kami Tidak Memiliki Vaksin Lagi
Vaksin oral kolera. (Wikimedia Commons/Dvermeirre)

Bagikan:

JAKARTA - Stok global vaksin kolera yang dikelola Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) "saat ini kosong atau sangat rendah", kata seorang pejabat pada Hari Jumat di tengah lonjakan penyakit tersebut di seluruh dunia.

Badan kesehatan PBB mengatakan tingkat kematian global meningkat dan ada sekitar 30 negara di seluruh dunia yang telah melaporkan wabah kolera tahun ini, sekitar sepertiga lebih tinggi dari angka tahunan.

"Kami tidak memiliki vaksin lagi. Lebih banyak negara terus meminta (mereka) dan ini sangat menantang," kata Ketua Tim WHO untuk Penyakit Kolera dan Epidemi Diare Dr. Philippe Barboza, melansir Reuters 16 Desember.

Ia merujuk pada emergency stockpile yang dimiliki oleh International Coordinating Group pada penyediaan vaksin yang dikelola oleh WHO dan mitra lainnya. Biasanya, mereka memiliki sekitar 36 juta dosis yang tersedia setahun. Kekurangan vaksin telah mendorong WHO untuk sementara menangguhkan strategi standar vaksinasi dua dosis pada Bulan Oktober.

Barboza mengatakan, sebagian dari kegentingan itu disebabkan oleh keputusan pabrikan India untuk menghentikan ekspor, tanpa memberikan perincian. Dia mengatakan, produsen Afrika Selatan berencana untuk memulai produksi tetapi akan memakan waktu "beberapa tahun".

"Mungkin jauh lebih tidak menarik untuk mengembangkan vaksin kolera, jadi pada dasarnya vaksin untuk negara-negara miskin, daripada mengembangkan vaksin COVID yang pendapatannya jauh lebih tinggi," katanya.

Diketahui, Kolera disebarkan oleh makanan atau air yang terkontaminasi dan dapat menyebabkan diare akut. Banyak orang memiliki gejala ringan, tetapi dapat membunuh dalam beberapa jam jika tidak diobati.

"Tidak dapat diterima di abad ke-21 ini ada orang yang meninggal karena penyakit yang sangat terkenal dan sangat mudah diobati," tambah Barboza.

Di antara negara-negara dengan wabah adalah mereka yang terkena dampak kemiskinan dan konflik seperti Haiti dan Yaman, tetapi penyakit ini juga telah dilaporkan di negara-negara seperti Lebanon yang hingga saat ini merupakan negara berpenghasilan menengah, mengatakan ini harus menjadi panggilan "bangun" untuk negara-negara lain.