Bagikan:

JAKARTA - Angka-angka yang menunjukkan peningkatan global dalam kasus COVID-19 dapat menjadi masalah yang jauh lebih besar, karena beberapa negara juga melaporkan penurunan tingkat pengujian, kata WHO pada hari Selasa, memperingatkan negara-negara untuk tetap waspada terhadap virus tersebut.

Setelah lebih dari sebulan mengalami penurunan, kasus COVID-19 mulai meningkat di seluruh dunia minggu lalu, kata WHO, dengan penguncian di Asia dan Provinsi Jilin China berjuang untuk menahan wabah.

Kombinasi beberapa faktor menyebabkan peningkatan, termasuk varian Omicron yang sangat menular dan turunan BA.2-nya, serta pencabutan protokol kesehatan masyarakat dan penerapan jarak sosial, sebut WHO.

"Peningkatan ini terjadi meskipun ada pengurangan pengujian di beberapa negara, yang berarti kasus yang kami lihat hanyalah puncak gunung es," jelas Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, melansir Reuters 17 Maret.

Tingkat vaksinasi yang rendah di beberapa negara, sebagian didorong oleh 'sejumlah besar informasi yang salah' juga menjelaskan kenaikan tersebut, sebut pejabat WHO.

Infeksi baru melonjak 8 persen secara global dibandingkan dengan minggu sebelumnya, dengan 11 juta kasus baru dan lebih dari 43.000 kematian baru dilaporkan dari 7-13 Maret. Ini merupakan kenaikan pertama sejak akhir Januari.

Lebih jauh WHO menerangkan, lompatan terbesar terjadi di wilayah Pasifik Barat, yang mencakup Korea Selatan dan China, di mana kasus infeksi meningkat 25 persen dan kematian 27 persen.

Selain itu, Afrika juga mengalami peningkatan 12 persen dalam kasus baru dan 14 persen peningkatan kematian, sementara Eropa meningkat 2 persen dalam kasus tetapi tidak ada lonjakan kematian.

Wilayah lain melaporkan penurunan kasus, termasuk wilayah Mediterania timur, meskipun wilayah ini mengalami peningkatan kematian sebesar 38 persen terkait dengan lonjakan infeksi sebelumnya.

Terpisah, sejumlah ahli telah menyuarakan kekhawatiran bahwa Eropa menghadapi gelombang virus corona lain, dengan kasus meningkat sejak awal Maret di Austria, Jerman, Swiss, Belanda dan Inggris.

Sementara itu, Maria Van Kerkhove dari WHO mengatakan pada briefing, subvarian Omicron BA.2 tampaknya menjadi varian yang paling menular sejauh ini.

Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa itu menyebabkan penyakit yang lebih parah, dan tidak ada bukti varian baru lainnya mendorong peningkatan kasus.

Selain itu, gambaran di Eropa juga tidak universal. Denmark, misalnya, mengalami puncak singkat dalam kasus pada paruh pertama Februari, didorong oleh BA.2, yang dengan cepat mereda.

Meski demikian, para ahli mulai memperingatkan Amerika Serikat dapat segera melihat gelombang serupa dengan yang terlihat di Eropa, yang berpotensi didorong oleh BA.2, pencabutan pembatasan dan potensi berkurangnya kekebalan dari vaksin yang diberikan beberapa bulan lalu.

"Saya setuju dengan pelonggaran pembatasan, karena Anda tidak dapat menganggapnya sebagai keadaan darurat setelah dua tahun," terang Antonella Viola, profesor imunologi di Universitas Padua Italia.

"Kita hanya harus menghindari pemikiran bahwa COVID sudah tidak ada lagi. Dan oleh karena itu tetap lakukan langkah-langkah yang benar-benar diperlukan, yang pada dasarnya adalah pemantauan dan pelacakan kasus secara terus-menerus, dan pemeliharaan kewajiban memakai masker di tempat-tempat tertutup atau sangat ramai," tandasnya.