Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan, niatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk mengajukan Plt Ketua umum Mardiono sebagai cawapres dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) tidak akan mendapatkan dukungan dari parpol anggota koalisi sendiri.

Pasalnya, ada beberapa faktor Mardiono sulit diusung menjadi cawapres apalagi capres. Pertama, tingkat elektabilitas atau keterpilihan yang tidak pernah masuk survei.

"Jadi, Pak Mardiono itu gak ada (elektabilitasnya), susah juga untuk menjadi capres. Tapi sekali lagi itu hak PPP untuk bisa mengusulkan ketumnya menjadi capres ataupun cawapres,” ujar Ujang di Jakarta, Jumat, 16 Desember. 

Kedua, secara konstruksi peta politik di parlemen, PPP juga paling kecil suaranya dibanding Golkar dan PAN. PPP, hanya memiliki 19 kursi. Ketiga, tidak ada yang mau mendukung karena pasti akan kalah.

“Bargaining politiknya juga rendah. Itu kan logika pertarungan di pilpres seperti itu. Jadi, tidak ada yang mau mendukung karena pasti akan kalah," kata Ujang. 

Menurut Ujang, dinamika politik seperti itu wajar namun pada kenyataannya akan sulit tercapai. Selain itu, daya tawar Mardiono juga paling rendah dibanding Zulkifli Hasan dan Airlangga Hartarto. 

"Mencari bargaining untuk mengangkat Mardiono itu hal positif yang bisa saja, tetapi karena daya tawarnya rendah maka akan sulit, berat. Partai yang kuat yang kelas menengah ke atas itu yang memiliki bargaining yang tinggi,” kata Ujang. 

Sebelumnya, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi atau Awiek, mengatakan pihaknya tetap ingin mencalonkan Plt Ketum PPP Mardiono sebagai cawapres KIB. Menurutnya, hal tersebut juga diharapkan anggota KIB yang lain, yakni PAN dan Golkar.

"Kalau seperti PPP, kami berharap Pak Mardiono itu bisa masuk di kontestasi cawapres. Tentu PAN berharap hal yang serupa, Golkar juga berharap hal serupa. Maka, kami katakan KIB idealnya meng-combine antara eksternal dengan internal KIB sehingga merasa saling menguatkan satu sama lain,"ujar Awiek kepada wartawan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip Jumat, 16 Desember.