Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan tuntutan yang diajukan terhadap Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simandjuntak bisa lebih berat saat dia sudah dibawa ke meja hijau. Penyebabnya, dia tak melaporkan kekayaannya secara rutin.

Sahat diketahui terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 2020 lalu. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikannya ke KPK, hartanya mencapai Rp10,7 miliar.

"Tentunya ini kita jadikan bahan pertimbangan nantinya pada saat menuntut," kata Johanis kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 16 Desember.

Kata Johanis, setiap penyelenggara negara tanpa terkecuali harus melaporkan harta kekayaannya secara rutin. Alasan ini yang nantinya jadi peluang memperberat tuntutan hukuman karena Sahat lalai melapor.

"Dalam tuntutan menjadi alasan-alasan yang memberatkan," tegasnya.

Selain itu, nantinya penyidik komisi antirasuah akan menyamakan profil kekayaan Sahat dengan pendapatan yang diterimanya. Dari laporan itu, KPK juga akan menelisik harta lain yang dimiliki politikus Partai Golkar itu.

"Itu akan digunakan pada saat penyidikan. Itu menjadi catatan dan pada saat penuntutan itu akan disampaikan," ujar Johanis.

Sahat ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya. Mereka adalah staf ahlinya, Rusdi; Abdul Hamid yang merupakan Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang yang juga Koordinator Kelompok Masyarakat; dan Ilham Wahyudi alias Eeng yang merupakan Koordinator Lapangan Pokmas.

Penetapan Sahat dan tiga tersangka lainnya dilakukan setelah mereka terjerat operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 14 Desember. Penindakan ini didasari informasi masyarakat yang tahu adanya penyerahan uang berkaitan dengan pengurusan alokasi dana hibah.

Dalam kasus ini, Sahat diduga menawarkan bantuan untuk memperlancar pengusulan dana hibah yang dengan jumlah seluruhnya mencapai Rp7,8 triliun. Pemberian ini ditujukan untuk badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemprov Jawa Timur.

 

Sahat melakukan penerimaan sejak 2021 dan berlanjut hingga 2022 kemudian bersedia membantu untuk 2023 serta 2024. Uang yang diterima politikus Partai Golkar ini diduga mencapai Rp5 miliar.