Hotman Paris Kritik Pasal Miras, Jubir KUHP: Itu Sudah Ada di KUHP Lama, Sebelumnya Tidak Pernah Diprotes
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea yang mengkritik pasal tentang minuman keras (miras) di KUHP Baru (foto: instagram @hotmanparisofficial)

Bagikan:

JAKARTA - Juru bicara sosialisasi RKUHP Albert Aries, merespons pengacara kondang Hotman Paris Hutapea yang mengkritik pasal tentang minuman keras (miras) di KUHP Baru. Dia heran, Hotman baru mempersoalkan pasal tersebut padahal pasal itu sudah ada di KUHP lama. 

"Tidak benar jika ada yang menyimpulkan terlalu dini bahwa Pasal 424 ayat (1) KUHP membahayakan pekerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif atau parekraf, apalagi jika dikatakan bahwa turis bisa menjadi sasaran dari pasal ini," ujar Albert Aries kepada wartawan, Sabtu, 10 Desember.

Albert menjelaskan, ketentuan tentang miras berasal dari Pasal 300 ayat (1) KUHP lama yang sampai saat ini masih berlaku. Pasal itu, tidak pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dan tidak pernah diprotes sebelumnya oleh Hotman Paris. 

 

"Sebelumnya tidak pernah diprotes Hotman Paris, S.H, M.Hum, serta diadopsi kembali dalam KUHP baru sebagai konsekuensi dari Rekodifikasi Terbuka-Terbatas," jelas Albert. 

"Jadi penerapan pasal ini dan praktik penegakan hukumnya nanti (3 tahun kemudian) tentu tidak akan jauh berbeda dengan keadaan yang ada saat ini. Sehingga tidak perlu dikesankan berlebihan, seolah-olah KUHP baru ini berbahaya bagi masyarakat, pelaku usaha, dan turis yang berkunjung ke Indonesia," lanjutnya. 

 

Albert menilai, pengaturan tindak pidana ini justru dimaksudkan untuk melindungi kesusilaan dan keadaban yang baik di masyarakat, sekaligus melindungi orang yang senyatanya sudah dalam keadaan mabuk dan bukan sekedar 'tipsy' agar tidak melakukan suatu perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain.

"Selain itu, berdasarkan ilmu kedokteran, keadaan mabuk merupakan intoksikasi fungsi otak," kata Albert.

Albert memaparkan, minuman keras dapat mengakibatkan psikosa akut yang dicirikan dengan kondisi psikis yang membawa akibat tidak ada atau berkurangnya pertanggungjawaban (pidana).

"Apabila seseorang secara sadar menkonsumsi minuman keras dan dalam keadaan tidak sadarkan diri melakukan suatu perbuatan pidana, maka hal itu tidak bisa menjadi alasan pemaaf," papar Albert.

Hal tersebut, tambahnya, sesuai adagium "actio libera in causa, qui peccat ebrius, luat sobrius", yang artinya keadaan tidak sadarkan diri yang merupakan "buatan". Misalnya, kata Albert, orang mabuk yang dibuat semakin mabuk lalu melanggar hukum, maka ia akan dimintakan pertanggungjawaban ketika sudah sadar.

"Ketika seseorang berada dalam keadaan mabuk kemudian pihak lain memberikan minuman yang membuat orang tersebut menjadi bertambah mabuk, berarti dengan sengaja ia membahayakan keadaan orang tersebut atau mungkin juga membahayakan orang lain akibat tindakan tidak sadar dari orang mabuk tersebut," ucap Albert Aries.

Sebelumnya, pengacara kondang, Hotman Paris menyoroti tiga pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru saja di sahkan DPR pada Selasa, 6 Desember, lalu. Tiga pasal tersebut, yakni pasal 411 tentang perzinahan, pasal 422 tentang kumpul kebo dan pasal 424 tentang alkohol.

Menurut Hotman, dari tiga pasal kontroversial itu yang dinilai paling tak masuk akal adalah pasal 424 tentang alkohol. Pasalnya, kata dia, muatan dalam pasal 424 tersebut justru akan merugikan pelaku pariwisata yaitu restoran dan hotel.

 

Selain itu, menurutnya, turis akan menjadi sasaran jika misalnya dia akan membeli minuman saat berwisata di Indonesia. Aturan di pasal tersebut, dinilai tidak jelas. 

"Pasal 424 yaitu tentang alkohol, ini yang bisa nanti turis jadi sasaran. Di sini disebutkan kalau ada orang mabuk itu tidak dipidana, tapi kalau teman nya nambah minumannya, maka orang yang menambahkan ini yang masuk penjara 1 tahun. Tapi yang paling bahaya adalah orang yang dalam rangka pekerjaannya pun menambah minuman, masuk penjara, waitress," ujar Hotman saat dikawasan Jakarta Utara, Sabtu, 10 Desember. 

 

 

Selain itu, Hotman mengatakan, makna mabuk yang dimaksud dalam pasal 424 juga tak ada penjelasan lebih rinci. Karena itu, menurutnya, hal itu akan membahayakan.

"Sementara pengertian mabuk di sini enggak diatur, apakah tipsi atau apa. Ini paling membahayakan, kalau memang tujuannya untuk mencegah orang mabuk, ini mengancam semua kehidupan restoran dan hotel," tegasnya.

Hotman menyatakan, bunyi pasal 424 tentang alkohol tak masuk akal. Menurutnya, pasal itu perlu di hapus dalam KUHP.

"Ini pasal yang saya sekali lagi mengatakan tidak masuk di akal, tidak ada legal reasoningnya dan harus dihapus dari muka bumi ini," pungkasnya.