Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut aliran uang dalam kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pihaknya berkoordinasi untuk mengusut aliran uang ke berbagai pihak sambil menunggu informasi dan bukti petunjuk lainnya.

"Semua informasi tentu akan kami pelajari dan dalami. Kami juga berkoordinasi dengan para pihak terkait transaksi para pihak. Kita menunggu informasi dan bukti petunjuk lainnya," kata Firli saat dikonfirmasi wartawan, Kamis, 17 Desember.

Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, pihaknya tak hanya akan meminta bantuan dari pihak PPATK tapi juga dari pihak perbankan dalam melakukan pengusutan aliran uang suap.

"Kami memastikan penanganan perkara oleh KPK akan bekerja sama dengan pihak perbankan maupun PPATK dalam hal penelusuran aliran maupun transaksi keuangan," tegasnya.

Hanya saja, dirinya enggan menjelaskan lebih lanjut apa saja yang telah diserahkan PPATK sebagai upaya membantu pengusutan perkara ini. 

"Mengenai data dan informasi yang diberikan PPATK tentu tidak bisa kami sampaikan karena itu bagian dari strategi penyidikan penyelesaian perkara ini," ungkapnya.

Terkait perkara ini, hingga saat ini, KPK masih terus mendalami segala barang bukti yang ditemukan dalam kasus dugaan suap terkait bantuan sosial (bansos) di wilayah Jabodetabek yang menjerat Menteri Sosial (Mensos) non-aktif Juliari Peter Batubara. Apalagi, paket bansos yang diberikan kepada masyarakat tersebut diduga telah disunat oleh Kementerian Sosial.

"Segala sesuatu yang kami dapatkan dari bukti yang ditemukan, sekali lagi, teman-teman penyidik akan melakukan pendalaman," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada wartawan, Rabu, 16 Desember.

Dia mengatakan, penyidik tentu akan bertindak sesuai dengan barang bukti yang ada dan tidak bisa sembarang memprediksi sebuah perkara. Seluruh pengusutan perkara rasuah, kata dia, harus sesuai bukti yang ada.

Dalam kasus suap ini, KPK menetapkan Menteri Sosial non-aktif Juliari P. Batubara bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemsos serta dua pihak swasta bernama Ardian I.M dan Harry Sidabuke sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos wilayah Jabodetabek untuk penanganan Covid-19. 

Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemsos dalam pengadaan paket bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode. 

Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan. Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus.