Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama PT Anomali Lumbung Artha (ALA) Teddy Munawar. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AIM (pihak swasta, Ardian IM)," kata Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 12 Januari.

Belum diketahui substansi pemeriksaan tersebut. Namun, Teddy dipanggil karena dinilai mengetahui perihal dugaan suap terkait bansos COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

Diketahui, KPK saat ini terus berupaya untuk mengusut kasus suap ini. Terbaru, komisi antirasuah juga melakukan penggeledahan ke beberapa perusahaan yang menjadi suplier sembako dalam paket bansos tersebut.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan sejumlah tersangka terkait dengan dugaan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) paket sembako untuk pengananan COVID-19 di wilayah Jabodetabek termasuk Menteri Sosial non-aktif Juliari Batubara.

Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya yaitu Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial (PPK) MJS dan AW sebagai penerima suap serta AIM dan HS selaku pemberi suap.

Kasus ini berawal dari pengadaan bansos berupa paket sembako di lingkungan Kementerian Sosial senilai Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak yang dilaksanakan dua periode.

Kemudian, politikus PDIP ini menunjuk Matheus dan Adi sebagai PPK. Dalam pelaksanaan proyek, keduanya melakukannya degan cara penunjukkan langsung terhadap rekanan. Adapun untuk fee setiap paket bansos COVID-19 yang disepakati Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu dari nilai sebesar Rp300 ribu.

Matheus dan Adi lantas membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan penyediaan bansos pada Mei-November 2020. Rekanan yang dipilih adalah AIM, HS, dan PT Rajawali Parama Indonesia alias PT RPI yang diduga milik Matheus.

Dalam perkara ini KPK kemudian menduga Juliari menerima fee sebesar Rp8,2 miliar pada pelaksanaan paket bansos periode pertama. Sementara pada pelaksanaan kedua, dia diduga menerima fee sebesar Rp8,8 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadinya.