Bagikan:

JAKARTA - Sekelompok warga terdampak penggusuran Kampung Bayam, Jakarta Utara berdatangan ke Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Mereka tiba menggunakan kopaja yang disewa dan sepeda motor.

Tanpa ragu, warga Kampung Bayam langsung memasang tenda terpal berwarna oranye di trotoar, diikat di gerbang Balai Kota DKI dan pepohonan. Tenda ini mereka pakai untuk berteduh meski tanpa alas. Sejumlah ibu-ibu mengeluarkan panci, penggorengan, hingga gas elpiji untuk meramaikan aksi mereka.

Ketua Koperasi Persaudaraan Warga Kampung Bayam, Asep Suwenda menjelaskan alasan mereka datang ke Balai Kota DKI. Warga ini menuntut untuk segera bisa menempati Kampung Susun Bayam, hunian pengganti bagi mereka yang tempat tinggalnya telah digusur akibat proyek pengangunan Jakarta International Stadium (JIS).

Asep mengaku heran mengapa sampai saat ini warga Kampung Bayam belum bisa masuk dan menghuni Kampung Susun Bayam. Padahal, Kampung Susun Bayam sudah diresmikan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Oktober lalu.

"Kami ingin sebisa mungkin menghuni rusun di JIS itu. Kami kan sudah verifikasi, sudah mendapat nomor hunian, sudah ada SK, dan saat peresmian kami pun diundang. Artinya, kami punya hak untuk masuk ke hunian itu," kata Asep di depan Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 1 Desember.

Kemudian, 75 KK warga gusuran proyek JIS ini juga mendesak agar biaya sewa bulanan Kampung Susun Bayam setara dengan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Pemprov DKI atau kampung susun di lokasi lain, seperti Kampung Susun Kunir dan Kampung Susun Akuarium.

"Mengenai nominal harga, itu kami minta disesuaikan sama rusun yang ada di Jakarta, terutama Rusun Akuarium sama Kunir," ujar Asep.

"Jakpro sempat menyebutkan nominal pak, nominalnya itu harga sewa Rp1,5 juta, tapi kami tuh merasa keberatan karena tidak berpihak ke masyarakat. Lalu pertemuan yang kedua, Jakpro mengusulkan nominal Rp600 ribu sekian untuk lantai tiga dan Rp700 ribu untuk lantai dua. Tapi sampai saat ini kami belum ada kesepakatan apapun," lanjutnya.

Sejak diresmikan hingga sekarang, masalah utama yang menyebabkan warga calon penghuni belum bisa menempati Kampung Susun Bayam adalah tarif sewa bulanan.

PT Jakarta Propertindo, yang membangun Kampung Susun Bayam, merasa harus mematok tarif tinggi karena BUMD milik Pemprov DKI ini harus menutup biaya operasional rumah susun itu. Namun, warga keberatan.

Sampai akhirnya, diputuskan bahwa Jakpro akan menyerahkan pengelolaan Kampung Susun Bayam kepada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta agar tarif sewa bisa setara dengan rusunawa.

Jika akan menjadi rusunawa, skema tarif sewa Kampung Susun Bayam akan mengacu Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan.

Namun, sampai saat ini, rencana pengambilalihan pengelolaan ini belum terrealisasi. "Pengambilalihan masih opsi. Nanti baru akan dirapatkan kembali. (Pengelolaan Kampung Susun Bayam) ini, sekali lagi, masih posisinya ada di Jakpro," kata Kepala DPRKP DKI Sarjoko saat ditemui di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, 29 November.