Bagikan:

JAKARTA - KTT G20 di Bali berakhir dengan kemenangan Rusia, karena sikap Moskow diperhitungkan dan tidak ada dominasi Barat, kata Sherpa G20 Rusia Svetlana Lukash dalam sebuah wawancara dengan Vedomosti, yang diterbitkan pada Hari Selasa.

"Saya pikir kita telah meraih kemenangan di Bali. Sikap Rusia menemukan cerminannya dan pandangan Barat tidak lagi dominan," ujar Lukash, mengutip TASS 29 November.

Selain itu, kerja sama apa pun, interaksi apa pun, atau pencapaian bersama menimbulkan gelombang perubahan positif lebih lanjut, tambah Lukash.

"Jadi, saya tidak mengesampingkan bahwa Rusia akan melihat lebih banyak dukungan dari negara lain setelah pekerjaan ini di G20, dan itu dapat berdampak positif pada hubungan bilateral dan komunitas internasional pada umumnya," tandasnya.

Lebih jauh diterangkannya, adopsi deklarasi hasil selama KTT G20 Bali menunjukkan G7 tidak lagi mendominasi.

"G7, tentu saja, lebih terkonsolidasi (dibandingkan dengan negara G20 lainnya). Mereka berkumpul terlebih dahulu dan membuat beberapa keputusan bersama, seperti bagaimana mereka berniat mengabaikan seseorang. Tapi mereka gagal dan deklarasi itu sekali lagi menunjukkan, omong-omong, suara mereka tidak lagi mendominasi G20," papar Lukash.

Menurut sherpa, masalah utama yang membutuhkan konsensus untuk mengadopsi deklarasi hasil adalah, situasi di Ukraina dan kesepakatan biji-bijian.

"Itu adalah dua elemen kunci dan pada akhirnya, dua kunci kemenangan Rusia dan ekonomi berkembang," tukasnya.

Dia menggarisbawahi bahwa bahasa yang diadopsi sepenuhnya sesuai dengan kepentingan Rusia dan "tidak membiarkan suara Barat mendominasi."

"Sepanjang tahun ini, Barat berusaha membuktikan bahwa Rusia dan operasi militer khususnya, harus disalahkan atas semua krisis yang sedang berlangsung di pasar pangan dan energi. Namun, teks deklarasi tersebut membuktikan sebaliknya," terang Lukash.

Sherpa mencatat bahwa negara-negara tersebut telah menyatakan posisi mereka mengenai situasi di Ukraina, termasuk di Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB, yang "memungkinkan untuk menghindari penilaian khusus atas konflik Ukraina oleh G20 itu sendiri."

Ada lebih dari 50 paragraf dalam deklarasi yang diadopsi setelah KTT G20. Antara lain, dokumen tersebut mencerminkan berbagai pandangan tentang Ukraina.

Dokumen itu memang berisi "kecaman, tetapi bukan terhadap Rusia, melainkan terhadap perang itu sendiri," kata pejabat itu.

Lukash mencatat, deklarasi Bali "mengakui adanya perbedaan pendapat baik mengenai konflik di Ukraina maupun mengenai peran sanksi."