Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua DPRD DKI, Mohamad Taufik menyebut pihaknya telah meminta Komisi E DPRD untuk memanggil Dinas Pendidikan (Disdik) DKI. Disdik harus memberi klarifikasi soal penyematan nama Anies dan Mega dalam soal ujian sekolah.

"Kami sudah minta Komisi E untuk memanggil Disdik. Mungkin besok lusa dipanggil untuk pertanggungjawabannya," kata Taufik di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 15 Desember.

Menurut Taufik, pencantuman nama pejabat tidak etis untuk ditulis dalam lembaran soal ujian. Sebab, pembuat soal adalah jajaran aparatur sipil negara (ASN) yang tidak boleh menunjukkan keberpihakan politik.

"Itu kan sesuatu yang tidak etis. Apalagi soal ujian, masa tidak ada koreksi? Harusnya, di Disdik ada tim koreksinya dong," ucap Taufik.

Diketahui, ada dua soal ujian dengan jawaban pilihan ganda. Dalam salah satu soal itu menyebutkan Mega yang sering mengejek Anies selalu memakai sepatu kusam. Sedangkan Anies sebagai sosok yang sabar, pemaaf, dan tidak pemarah.

Soal lainnya yakni berbunyi "Pak Anies adalah seorang gubernur hasil Pemilihan Gubernur tahun 2017. Ia tidak menyalahgunakan jabatan yang dimilikinya untuk memperkaya diri dan keluarga. Sebaliknya, ia gunakan jabatannya untuk menolong rakyat yang mengalami kesusahan. Perilaku Pak Anies adalah contoh sikap..."

Ketika soal tersebut diributkan, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta menyelidiki beredarnya foto soal ujian sekolah lewat aplikasi pesan singkat dan media sosial yang menyebut nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Megawati.

Dari penyelidikan, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana menyebut, soal tersebut dibuat karena terdapat unsur kompetensi pada mata pelajaran mengenai pembentukan karakter, integritas, sabar dan tanggung jawab.

Meski begitu, Nahdiana menyebut pihaknya tak memiliki maksud maksud mendukung maupun mencemarkan nama baik pejabat publik.

"Redaksionalnya memang memiliki kesamaan nama namun tidak ada maksud mendukung maupun mencemarkan nama baik pejabat publik," kata Nahdiana dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 12 Desember.

Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta kemudian meminta agar guru yang membuat surat tersebut tidak mengulangi perbuatannya. 

"Karena, hal tersebut berpotensi menjadi unsur pelanggaran netralitas terhadap posisi ASN," tegasnya.

Selain itu, Nahdiana juga berpesan agar aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan sekolah atau Pemprov DKI Jakarta netral untuk memberikan pelayanan yang terbaik.