Amerika Serikat Sebut Serangan Udara Turki di Suriah Ancam Keselamatan Militernya, Bermitra dengan Musuh Ankara
Ilustrasi militer Amerika Serikat dan Turki di Suriah. (Wikimedia Commons/Combined Joint Task Force Operation Inherent Resolve/Spc. Arnada Jones)

Bagikan:

JAKARTA - Serangan udara Turki di Suriah utara mengancam keselamatan personel militer Amerika Serikat, kata Departemen Pertahanan (Pentagon), membahayakan kemajuan bertahun-tahun melawan ISIS.

Komentar publik tersebut mewakili kecaman terkuat Amerika Serikat, terhadap operasi udara sekutu NATO Turki dalam beberapa hari terakhir terhadap milisi Kurdi di Suriah utara hingga saat ini.

"Serangan udara baru-baru ini di Suriah secara langsung mengancam keselamatan personel AS yang bekerja di Suriah dengan mitra lokal untuk mengalahkan ISIS dan mempertahankan tahanan lebih dari sepuluh ribu tahanan ISIS," kata juru bicara Pentagon, Brigadir Jenderal Angkatan Udara Pat Ryder, dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters 24 November.

Ryder mengatakan situasi yang meningkat, mengancam kemajuan yang dibuat dalam perang melawan militan ISIS di wilayah tersebut. Kendati demikian, dia menambahkan Amerika Serikat mengakui "masalah keamanan yang sah" dari Turki.

"De-eskalasi segera diperlukan untuk mempertahankan fokus pada misi kekalahan ISIS, memastikan keselamatan dan keamanan personel di lapangan yang berkomitmen untuk misi kekalahan-ISIS," tambah Ryder.

Amerika Serikat memiliki sekitar 900 tentara di Suriah, terutama di timur laut negara itu, yang bekerja dengan Pasukan Demokrat Suriah (SDF), yang dipimpin oleh pejuang Kurdi dari YPG, untuk berperang melawan sisa-sisa ISIS.

Diberitakan sebelumnya, Partai Pekerja Kurdistan (PKK) adalah organisasi teroris yang terlarang di Amerika Serikat, Turki dan Uni Eropa. Tetapi, dukungan Washington untuk afiliasinya di Suriah, YPG, telah menjadi tekanan besar pada hubungan bilateral dengan Ankara.

pemimpin sdf
Komandan SDF Mazloum Abdi. (Wikimedia Commons/VOA/Zana Omer)

YPG telah menguasai sebagian besar Suriah timur laut setelah pasukan pemimpin rezim Suriah Bashar Assad mundur pada tahun 2012. AS bermitra dengan teroris YPG di timur laut Suriah dalam perjuangannya melawan kelompok teroris ISIS. Di sisi lain, Turki sangat menentang kehadiran YPG di Suriah utara.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada Hari Rabu, operasi udara Turki hanyalah permulaan dan akan meluncurkan operasi darat jika memungkinkan setelah peningkatan serangan balasan.

Ankara meluncurkan operasi udara pada akhir pekan lalu, sebagai pembalasan atas serangan bom Istanbul seminggu sebelumnya yang menewaskan enam orang, dan disalahkan pada YPG. Tidak ada yang mengaku bertanggung jawab, dengan PKK serta YPG membantah terlibat.

Terpisah, Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar mengatakan tentara telah mengenai 471 sasaran di Suriah dan Irak sejak akhir pekan. Kementeriannya mengutip dia mengatakan, 254 militan telah "dilumpuhkan".

Kemarin, Komandan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) Kurdi Mazloum Abdi mengatakan kepada AP seperti dilansir 23 November, pasukannya telah bersiap untuk serangan lain sejak Turki menguasai bagian timur laut pada 2019. Itu menandakan kesiapan menghadapi serangan baru Turki, saat Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut pasukannya siap melakukan serangan darat.

"Kami percaya bahwa kami telah mencapai tingkat di mana kami dapat menggagalkan setiap serangan baru," kata Abdi, mengutip The National News.

Diketahui, ini bukan pertama kalinya operasi Turki di Suriah utara mengancam personel AS. Pada tahun 2019, pasukan Amerika di daerah itu mendapat tembakan artileri dari posisi Turki ketika Turki melancarkan serangan terhadap milisi Kurdi sekutu AS pada saat itu.