Bagikan:

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permintaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait perubahan nama lembaga Panwaslu Kabupaten di UU Pilkada menjadi Bawaslu. Uji materi tersebut disahkan agar selaras dengan nomenklatur yang ada di UU Pemilu. 

"Menyatakan frasa 'Panwas Kabupaten/Kota' dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Bawaslu Kabupaten/Kota'," kata ketua majelis hakim Anwar Usman dalam putusannya, Rabu, 29 Januari.

Menurut MK akan ada ketidakseragaman pengaturan dalam penyelenggaraan fungsi pengawasan, terutama dalam pilkada, jika nomenklatur pengawas pemilu tingkat kabupaten/kota tidak diubah. Ketidakseragaman tersebut dapat berdampak dengan ketidakpastian hukum lewat kemunculan dua instansi pengawas pemilu. 

MK kemudian mengadopsi substansi UU 15 Tahun 2011 ke dalam UU Pemilu 7 Tahun 2017, kelembagaan Panwaslu Kabupaten/Kota yang diubah menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota ditetapkan sebagai lembaga yang bersifat tetap (permanen). 

"Dengan diadopsinya substansi UU Nomor 15 Tahun 2011 ke dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, kelembagaan Panwaslu kabupaten/kota yang diubah menjadi Bawaslu kabupaten/kota ditetapkan sebagai lembaga yang bersifat tetap, di mana keanggotaannya memegang jabatan selama lima tahun," demikian bunyi putusan MK yang juga disahkan oleh Aswanto, Saldi Isra, Manahan M.P. Sitompul, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic P. Foekh.

Selain itu, MK juga memutuskan komposisi keanggotaan Bawaslu provinsi yang diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2011 sebanyak tiga orang diganti menjadi lima atau tujuh orang sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017. Di mana uji materi UU Pilkada ini diajukan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Sumatera Barat Surya Efitrimen dan Ketua Bawaslu Kota Makassar Nursari, dan Anggota Bawaslu Kabupaten Ponorogo Sulung Muna Rimbawan.

Melanjutkan, Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengungkapkan, putusan MK tersebut memberikan kepastian hukum legalitas Bawaslu Kabupaten/Kota dalam melaksanakan fungsi pengawasan dalam Pilkada 2020. Pasalnya, ia menilai perbedaan nomenklatur pengawas pemilihan dalam UU Pilkada dengan UU Pemilu menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Kepastian hukum bagi Bawaslu sangat penting karena Bawaslu akan melakukan fungsi penegakan hukum, fungsi pengawasan, sehingga pertanyaan mengenai kepastian hukum itu menjadi dasar dan memiliki peran yang signifikan," kata Fritz. 

Fritz melanjutkan, dengan Bawaslu Kabupaten/Kota, maka dengan sendirinya menyamakan jumlah anggota bawaslu provinsi dan jumlah kabupaten/kota sesuai dengan jumlah dalam UU Pemilu 7/2017. 

“Setelah UU Pemilu 7/ 2017, maka bentuk lembaga bersifat permanen dan jumlah anggota harus disesuaikan. Meskipun pemilihan dan pemilu itu dilaksanakan dengan rezim dan undang-undang yang berbeda tetapi status dan sifat penyelenggara pemilihannya tetap seperti  yang diatur dalam UU Pemilu 7/ 2017,” jelas Fritz.