JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan langkah pengecekan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Orient P Riwu Kore oleh Bawaslu dinilai langkah tak utuh. Pengecekan e-KTP terkait kewarganegaraan Orient.
"Kalau Bawaslu hanya minta dicek KTP-e itu baru setengah langkah untuk mendapatkan klarifikasi dan tidak tuntas," kata Hakim MK Suhartoyo pada sidang lanjutan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Sabu Raijua yang disiarkan MK secara virtual dikutip Antara, Senin, 29 Maret.
Hakim Suhartoyo juga mempertanyakan langkah Bawaslu tidak meminta bantuan KPU setempat untuk mencek sekaligus memastikan perihal status kewarganegaraan ganda Orient P Riwu Kore.
Menurut MK, sebagai lembaga negara yang sama-sama menyelenggarakan Pemilu, Bawaslu dan KPU seharusnya satu arah dan mencari informasi ke Kedutaan Besar Amerika Serikat tentang kecurigaan kewarganegaraan ganda Orient.
Pada September 2020 Bawaslu telah mengirimkan surat ke Kedutaan Besar AS dan baru mendapat balasan pada Februari 2021. Selama rentang waktu tersebut seharusnya Bawaslu sambung MK menggunakan wewenang untuk klarifikasi.
Apalagi, lanjut hakim Suhartoyo, jika hanya merujuk kepada pengecekan e-KTP, maka WNA pun sebenarnya bisa memiliki dokumen kependudukan, tetapi tidak memiliki hak politik.
BACA JUGA:
Karena itu, pengecekan data kependudukan secara valid dan akurat dari berbagai sumber merupakan suatu keharusan dan kewajiban oleh penyelenggara pemilu demi menghindari persoalan sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Sabu Raijua.
"Seharusnya itu satu kesatuan yang melekat di Bawaslu," ujar dia.
Meskipun kejadian Orient P Riwu Kore yang pada akhirnya diketahui memiliki kewarganegaraan ganda, hakim konstitusi meminta semua pihak terutama KPU dan Bawaslu menjadikannya bahan pelajaran agar tak terulang.