Bagikan:

JAKARTA - Korea Utara diduga menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) ke arah Laut Timur pada Hari Jumat, kata militer Korea Selatan, sebagai protes nyata atas langkah Amerika Serikat untuk memperkuat perlindungan "pencegahan yang diperluas" terhadap Korea Selatan dan Jepang.

Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan mengatakan, pihaknya mendeteksi peluncuran dari daerah Sunan di Pyongyang pada pukul 10:15 pagi. Namun tidak memberikan rincian lainnya.

"Sambil memperkuat pemantauan dan kewaspadaan kami, militer kami mempertahankan postur kesiapan penuh dalam kerja sama yang erat dengan AS," kata JCS, melansir Korea Times 18 November.

Peluncuran itu dilakukan hanya sehari setelah Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son-hui, memperingatkan negaranya akan mengambil tindakan militer "lebih keras", jika AS memperkuat komitmen keamanannya untuk menggunakan berbagai kemampuan militer, termasuk opsi nuklir, untuk membela sekutu.

Tak lama setelah pernyataan Choe, Korut meluncurkan rudal balistik jarak pendek ke Laut Timur.

Reaksi Korea Utara mengikuti pertemuan puncak trilateral antara Presiden Yoon Suk-yeol dan rekan-rekannya dari AS dan Jepang, Joe Biden dan Fumio Kishida, masing-masing, di sela-sela pertemuan regional tahunan di Phnom Penh, Kamboja pada Hari Minggu.

Sebelumnya, Pyongyang menembakkan ICBM pada 3 November. Peluncuran itu dipandang sebagai kegagalan, karena rudal tersebut gagal terbang pada lintasan normal setelah pemisahan roket tahap kedua, menurut pejabat Seoul.

Terpisah, Perdana Menteri Jepang mengatakan rudal Korea Utara kemungkinan jatuh dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang di Laut Jepang, mengutuk tindakan itu sebagai "benar-benar tidak dapat diterima", mengutip Kyodo News.

Sementara, Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno menerangkan, Proyektil "kelas rudal balistik antarbenua" terbang sekitar 1.000 kilometer dalam lintasan "tinggi" dan mencapai ketinggian hingga 6.000 km, menambahkan pemerintah tidak mengeluarkan perintah untuk menghancurkannya.