Tuduh Israel dan Intelijen Barat Coba Picu Perang Saudara, Menlu Hossein Amirabdollahian: Iran Bukan Libya atau Sudan!
Protes kematian Mahsa Amini di Iran. (Wikimedia Commons/Darafsh)

Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Iran menuduh Israel dan dinas intelijen Barat merencanakan untuk memicu perang saudara di negara itu.

Tudingan tersebut disampaikan sehari setelah tujuh orang tewas di Kota Izeh, yang terletak di barat daya.

Media resmi pemerintah negara itu menggambarkan peristiwa tersebut sebagai "serangan teroris".

"Berbagai dinas keamanan, Israel dan beberapa politisi barat yang telah membuat rencana untuk perang saudara, penghancuran dan disintegrasi Iran harus tahu, Iran bukanlah Libya atau Sudan," tegas Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amirabdollahian di Twitter, melansir The National News 17 November.

Lebih jauh Menlu Amirabdollahian mengatakan, masyarakat tidak akan tertipu dengan rencana seperti itu.

"Hari ini, musuh telah menargetkan integritas Iran dan identitas Iran. Kebijaksanaan rakyat akan mengecewakan musuh," tandasnya.

Pihak berwenang di Teheran selama berminggu-minggu menuduh kekuatan barat memicu protes nasional atas kematian Mahsa Amini, seorang wanita Kurdi berusia 22 tahun.

Dia meninggal dalam tahanan polisi moralitas, setelah ditangkap karena melanggar kode berpakaian ketat negara untuk wanita.

Pada Hari Rabu, Iran mengatakan pihaknya menangkap agen intelijen Prancis dan Israel yang terkait dengan gerakan protes.

Negara-negara Eropa menuduh Iran melakukan ancaman terhadap warganya.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, Teheran bertindak semakin agresif terhadap negaranya, sebagai akibatnya membuat kawasan tidak stabil.

"Saya melihat agresivitas yang meningkat dari Iran terhadap kami, dengan penyanderaan yang tidak dapat diterima (dan) agresivitas regional dengan tindakan yang sangat agresif dalam beberapa hari terakhir di tanah Irak," ujar Presiden Macron setelah KTT para pemimpin G20 di Indonesia.

Pada Hari Rabu, pengadilan Iran menjatuhkan hukuman mati kepada tiga pengunjuk rasa di Teheran karena melakukan "korupsi di bumi" dan "memerangi Tuhan", lapor media pemerintah.

Kendati demikian, para pengunjuk rasa dapat mengajukan banding atas putusan pengadilan tersebut.