Divonis 8 Tahun Penjara, Terdakwa Kasus Kredit Macet Rp200 Miliar Akan Ajukan Banding
Terdakwa Kasus Kredit Macet Rp200 Miliar Rosamala menangis di PN Jaksel/ Foto; IST

Bagikan:

JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Rosmala, pegawai perusahaan yang tersangkut kasus kredit macet Rp200 miliar dengan pidana 8 tahun penjara. Perempuan itu juga didenda Rp2 miliar dengan subsider 2 bulan. Pihak terdakwa menganggap putusan tersebut tidak adil.

"Karena itu keputusan yang menghukum terdakwa 8 tahun dan ada denda Rp2 miliar atau subsider 2 bulan, itu menurut kita suatu hukuman yang tidak adil. Ini peradilan sesat," ujar kuasa hukum Rosmala, Joni Nelson Simanjuntak, usai sidang, Kamis, 10 November.

Menurut Joni, kliennya hanyalah merupakan bawahan. Rosmala bukan pengambil keputusan tertinggi seperti direksi maupun komisaris. Rosmala menjabat sebagai General Manager Business and Development PT APS.

"Karena apa? Karena si terdakwa ini hanya pekerja, dia bukan sebagai decision maker (pengambil keputusan) di situ," jelas Joni.

Sementara komisaris perusahaan tersebut, lanjut Joni, hingga kini tidak dijerat dalam kasus tersebut. Direktur PT APS Henny Djuwita Santosa sendiri, juga belum divonis, bahkan sidangnya diundur 2 minggu menjadi tanggal 23 November 2022

Menurut kuasa hukum Rosmala, sejumlah fakta telah dikemukakan di persidangan. Namun hal itu tidak menjadi pertimbangan hakim dalam membuat putusan.

"Kami sudah menampakkan mekanisme keuangan atas penggunaan dana Rp200 miliar itu, dia (Rosmala), tidak ikut terlibat apa-apa. Syukur bahwa, sebenarnya hal ini sudah terang-benderang dari persidangan, tapi hakim memiliki persepsi yang berbeda. Ini menjadi pokok keberatan kita terhadap putusan tadi itu," jelas Joni.

Pihaknya juga menyoroti terkait uang yang disebut hakim dibagi-bagi dan digunakan Henny. Dalam persidangan, pihaknya telah menegaskan bahwa kliennya tidak mengetahui penggunaan uang Rp200 miliar tersebut karena kliennya bukan merupakan bagian keuangan di PT APS.

Meski menghormati pandangan dan putusan hakim, pihaknya menilai ada subjektivitas perihal itu.

"Saya kira ini pertimbangan subjektif hakim bukan objektivitas. Saya kira subjektivitas hakim itu tentu kita hormati, tapi kita akan kemukakan ada yang keliru dari subjektivitas sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil keputusan," tuturnya.

Atas itu, pihaknya segera mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait putusan ini.

Sementara itu Rosmala, amat terpukul dengan putusan hakim.

Rosmala mengaku hanya bisa pasrah kepada Tuhan terkait nasibnya. Ia juga memohon bantuan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menko Polhukam Mahfud MD guna mendapatkan keadilan.

"Sebenarnya dengan adanya kasus Sambo, momen ini saya pikir sangat baik untuk saya karena negara sedang memantau penegak hukum dalam menerapkan keadilan, harapan saya sangat besar di persidangan ini, penegak hukum akan memberikan keadilan bagi saya, tapi kenyataannya saya tidak juga mendapatkan keadilan," tandasnya menangis.