Bagikan:

JAKARTA -  Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhadap dua eks kepala cabang (kacab)  Bank DKI yakni M Taufik dan Joko Pranoto yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan mencairkan fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) Tunai Bertahap menggunakan data palsu.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Bani Immanuel Ginting mengatakan sidang putusan yang digelar pada Rabu (10/8) menjatuhkan vonis terhadap tiga tersangka, yakni mantan Kepala Cabang Pembantu Bank DKI Muara Angke M. Taufik, mantan Kepala Cabang Bank DKI Permata Hijau Joko Pranoto, dan pihak swasta atau mantan Direktur Utama PT Broadbiz Asia Robby Irwanto.

"Putusan telah dibacakan Majelis Hakim pada Rabu (10/8). Kemudian kami masih menunggu kelanjutannya karena Jaksa Penuntut Umum memberikan waktu selama tujuh hari kepada terdakwa untuk mengajukan banding atau menerima putusan itu," kata Bani dilansir ANTARA, Kamis, 11 Agustus.

Majelis Hakim juga mengenakan hukuman denda kepada masing-masing eks kepala cabang Bank DKI tersebut sebesar Rp200 juta.

Sementara itu, terdakwa Robby Irwanto divonis kurungan penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp500 juta serta membayar uang pengganti sebesar Rp39,15 miliar.

"Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," kata Bani.

Ketiga terdakwa dijerat pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam perkara ini, dua eks pimpinan cabang Bank DKI terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam memberikan  KPA Tunai bertahap kepada PT Broadbiz Asia pada kurun waktu 2011 sampai 2017.

Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menemukan adanya pemalsuan data terhadap debitur. Pada kenyataannya, debitur tidak pernah mengajukan kredit ke Bank DKI

Selain itu, tidak ada jaminan atas KPA Tunai Bertahap yang dikucurkan oleh Bank DKI, sehingga  KPA Tunai Bertahap menjadi macet sedangkan pihak Bank DKI tidak mempunyai agunan untuk pemulihan atas KPA Tunai Bertahap yang macet tersebut.

Akibatnya, negara mengalami kerugian sekitar Rp39,15 miliar.