Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian terus berupaya memperkuat struktur industri dalam negeri agar bisa lebih terintegrasi dan berdaya saing global. Salah satu langkah strategisnya adalah mengembangkan potensi produk dan jasa industri halal di Tanah Air.

Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Dody Widodo mengatakan hal ini brrtujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

"Upaya tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia tahun 2019-2024," katanya, di Jakarta, Rabu, 9 Desember.

Dody berujar, guna mengakselerasi pengembangan sektor riil ekonomi syariah atau yang dikenal dengan industri halal, perlu memperkuat seluruh rantai nilai industri halal atau halal value chain dari sektor hulu sampai hilir.

"Di antaranya dengan membangun kawasan industri halal dan halal hub diberbagai daerah sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing daerah unggulan," ucapnya.

Hingga saat ini, kata Dody, sudah ada dua Kawasan Industri Halal di Indonesia, yaitu Kawasan Industri Modern Cikande seluas 500 hektare yang berlokasi di Serang, Banten, dengan fokusnya pada sektor industri makanan, farmasi dan kosmetika.

Kemudian, Kawasan Industri Safe N Lock di Sidoarjo, Jawa Timur, dengan luas 9,95 hektare dan fokusnya pada sektor industri consumer goods, kosmetika, serta makanan dan minuman.

"Ada pula beberapa kawasan industri lainnya yang sedang menyiapkan pengembangan kawasan industrinya menjadi Kawasan Industri Halal, yaitu Kawasan Industri Bintan Inti, Batamindo, Jakarta Pulogadung, Surya Borneo, Makassar, Tenayan, dan Kawasan Industri Subang," tuturnya.

Di dalam kawasan industri halal tersebut, kata Dody, seluruh layanan yang berhubungan dengan kehalalan produk berada dalam satu atap atau one stop service. Termasuk didalamnya sistem dan fasilitas pendukung industri halal yang sesuai dengan sistem jaminan produk halal seperti SDM (halal center), laboratorium, dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Selain sistem jaminan halal, kata Dody untuk menjaga integritas produk halal juga perlu dilakukan penerapan integrasi halal traceability system pada supply chain, termasuk logistik.

Adapun konsep logistik halal di kawasan industri halal mencakup sistem manajemen rantai pasok, pengadaan bahan baku, proses produk halal, penyimpanan produk halal dan distribusi produk halal.

Potensi meningkatnya permintaan produk halal dalam negeri maupun luar negeri, kata Dody, dapat menjadikan Indonesia sebagai regional and global halal hub untuk produksi dan perdagangan halal.

Selain itu, juga dapat juga mendorong kebutuhan terhadap logistik halal yang meliputi gudang (warehouse), pelabuhan (port), kapal udara, kapal laut dan semua hal yang berhubungan dengan fasilitas penanganan (handling facility).

"Untuk itu logistik atau perusahaan jasa logistik dalam mendistribusikan produk halalnya harus sudah mendapatkan sistem jaminan halal sehingga rantai nilai halal dari hulu sampai hilir terjamin," tuturnya.

Kata Dody, perusahaan logistik juga dapat memiliki unique selling point untuk dapat melakukan penanganan pada produk halal sehingga menjadi nilai tambah dibandingkan perusahaan lain yang tidak menerapkan sistem jaminan halal.

"Kami berharap dengan adanya integrasi antara sektor logistik, pelabuhan dan kawasan industri halal dapat menghasilkan strategi supply chain melalui Halal Traceability System sehingga dapat memacu pengembangan ekonomi syariah di kawasan industri halal Indonesia," tuturnya.

Dody optimistis, Indonesia bisa memimpin sebagai pemain industri halal di kancah global, dengan didukung berbagai potensinya. Berdasarkan The State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2020/2021, Indonesia berhasil naik ke peringkat ke-4 pada tahun ini, dibandingkan tahun 2019 yang ada di posisi ke-5 dan tahun 2018 di peringkat ke-10.

"Hal ini dapat dimaknai bahwa ekosistem ekonomi dan keuangan syariah Indonesia mulai kuat, sehingga visi Indonesia untuk menjadi produsen halal dunia dapat diwujudkan dengan kerja keras seluruh para pemangku kepentingan," ucapnya.

Di samping itu, merujuk data perdagangan internasional negara-negara ASEAN ke negara-negara OKI pada tahun 2019, hanya Indonesia yang mengalami positif neraca perdagangan senilai 2,068 miliar dolar AS.Sedangkan dilihat dari nilai ekspor, Indonesia menempati urutan ke-4 yang mencapai 21,588 miliar dolar AS.