Bagikan:

JAKARTA - Laboratorium PPSh tengah mengembangkan modifikasi LPD-802 baru, dari senjata perang elektroniknya yang mampu melumpuhkan kendaraan udara tak berawak (UAV) Amerika dan saat ini sedang menguji sistem baru.

"Saat ini, jammer drone LPD-802 sedang menjalani semua tes yang diperlukan. LPD-802 memiliki desain interior yang sepenuhnya diperbarui dan menampilkan dimensi yang lebih kecil, yang sangat penting dalam pengoperasiannya," terang perusahaan kepada TASS seperti dikutip 1 November.

"Dibandingkan dengan model LPD-801, LPD-802 membanggakan peningkatan daya dan pita frekuensi jamming ekstra untuk menekan drone Amerika," sambung pihak perusahaan.

Jammer drone baru memiliki kemampuan yang dimodifikasi untuk menekan saluran navigasi satelit dan kapasitas baterai penyimpanan yang lebih besar, yang telah meningkatkan daya tahan senjata, tambah perusahaan itu.

Jammer drone LPD-801 diresmikan di pameran senjata OrelExpo 2021 di Moskow. Senapan anti-drone mampu mengganggu saluran kontrol drone dan sinyal navigasi, khususnya, menonaktifkan Wi-Fi, Bluetooth dan GPS, sinyal sistem satelit Galileo dan Glonass, termasuk menghentikan transmisi data yang tidak sah.

Sementara, jammer drone baru dapat beroperasi dalam mode manual dan otomatis.

Perangkat ini dirancang sebagai karabin standar dengan magasin, di mana antena terlihat seperti laras, sementara magasinnya merupakan baterai yang dapat diganti dengan daya tahan sekitar 60 menit.

Menurut pengembangnya, dengan berat yang hanya 3,5 kg (sebanding dengan berat senapan serbu Kalashnikov standar), senapan anti-drone ini mampu menyasar target pada jarak 1,5 km. Radiasi maksimum jammer yang berdampak pada elektronik drone musuh tidak melebihi 10 W.

Diketahui, senjata anti-drone LPD-801 digunakan melawan UAV ukuran kecil Ukraina dalam operasi militer khusus yang digelar Rusia.