JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur (Kaltim) yang beranggotakan para akademisi dan aktivis menuntut reformasi besar-besaran di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
“Reformasi besar-besaran dalam tubuh kepolisian harus segera dilakukan, karena keterlibatan anggotanya dalam bisnis haram seperti kejahatan tambang ilegal,” kata Herdiansyah Hamzah, akademisi dari Universitas Mulawarman, dikutip Antara, Minggu.
Tuntutan ini muncul karena adanya video pengakuan mantan polisi Ismail Bolong tentang kejahatan tambang ilegal yang dilakukannya.
Bolong yang pernah bertugas di Polresta Samarinda mengakui secara terbuka kejahatan yang dilakukannya. Termasuk hasil kejahatan yang juga ia sebut dialirkan ke beberapa pihak. Di antara nama yang ia sebut adalah Kabareskrim Polri dan Kasatreskrim Polres Bontang.
“Pengakuan Bolong ini telah mengurai keterlibatan aparat kepolisian dalam kejahatan tambang ilegal. Hal yang sebenarnya telah diduga publik sejak lama,” kata Castro, panggilan akrab Hamzah, doktor di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman.
Reformasi diperlukan karena kejahatan seperti tambang ilegal, hampir pasti dilakukan dengan bekerjasama atau secara sindikat dan diam-diam seperti mafia. Karena itu, KMS juga tidak percaya pengakuan Bolong yang menyebutkan bahwa dirinya berbisnis ilegal atas inisiatif sendiri.
Reformasi tersebut, tegas Castro, hanya bisa dimulai dengan cara membersihkan Kepolisian Republik Indonesia dari anggota-anggotanya yang terlibat dalam kejahatan tersebut.
“Sanksi tegas harus dijatuhkan!” kata Castro menegaskan.
BACA JUGA:
Menurut data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, aktivitas tambang ilegal saat ini semakin marak terjadi di seluruh wilayah Kaltim. Hal tersebut bertambah parah karena meski aktivitasnya terlihat jelas, tapi tidak ada tindakan dari yang berwenang.
Dari 151 titik aktivitas tambang ilegal di seluruh wilayah Kaltim, menurut Jatam hanya ada 3 kasus yang sedang dalam proses hukum hingga saat ini.
Koalisi Masyarakat Sipil sendiri beranggotakan banyak individu yang kritis dan peduli, seperti Castro dan Muhammad Nasir dari Universitas Balikpapan, termasuk para aktivis, dan sejumlah lembaga.
Di antaranya adalah Kaukus Indonesia Untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Walhi Kaltim, Pokja 30, hingga organisasi jurnalis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Samarinda.