Anggaran Pengelolaan Sampah di Daerah Masih Terbatas
Ilustrasi. Aktivitas pemulung di sekitar TPA Antang, Makassar, Sulawesi Selatan. ANTARA Foto/Nur Suhra Wardyah

Bagikan:

MAKASSAR - Sekretaris Jendral Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Adnan Purichta Ichsan mengemukakan bahwa anggaran pengelolaan sampah di daerah masih terbatas, sehingga menjadi tantangan besar pemerintah daerah dalam penanganan sampah.

Berdasarkan Studi FITRA dan SYSTEMIQ pada 60 sampel kabupaten dan kota, saat ini proporsi rata-rata belanja pengelolaan sampah oleh pemerintah kabupaten dan kota hanya 0,7 persen dari APBD.

“Untuk itu, Apkasi mendorong agar Pemerintah Kabupaten menerapkan BLUD sebagai opsi dalam perbaikan tata Kelola pengelolaan sampah karena BLUD memiliki fleksibilitas dalam pembiayaan dan penggunaan SDM,” ujar Adnan dikutip ANTARA, Sabtu, 5 November.

Sampah menjadi salah satu permasalahan dan tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Sehingga sangat diperlukan perhatian penuh agar pengelolaan sampah ini bisa menjadi prioritas bagi pemerintah daerah.

Selain anggaran, dari sisi kelembagaan, tantangan bagi pemerintah daerah, kata Adnan, adalah masih menyatunya fungsi regulator dan operator dalam pengelolaan sampah.

"Kondisi ini sangat menyulitkan bagi daerah untuk mengembangkan program-program pengelolaan sampah yang mandiri dari sisi pembiayaan," ujar dia.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa total sampah nasional pada 2021 mencapai 68,5 juta ton. 17 persen atau sekitar 11,6 juta ton berasal dari sampah plastik.

Sampah plastik pun menjadi persoalan utama yang kini dihadapi daerah. Bahkan jumlahnya semakin hari semakin banyak, karena sifatnya yang tidak mudah terurai menjadi penyebab pencemaran lingkungan baik pencemaran tanah maupun laut.

Hanya saja, Adnan mengakui bahwa saat ini pemerintah daerah mulai fokus pada penanganan sampah plastik. Pemerintah daerah telah turut mendukung upaya pengurangan sampah plastik, salah satunya dengan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai.

Lebih dari 70 pemerintah daerah telah menerbitkan peraturan pembatasan plastik sekali pakai. Inisiatif-inisiatif tersebut pada umumnya ditujukan untuk mendorong penerapan ekonomi sirkular, yang dipercaya dapat memperpanjang masa guna barang melalui sistem regeneratif seperti penggunaan ulang, pengurangan, dan pengembalian (3R).

"Sampah ini masalah yang serius, dibutuhkan pengelolaan yang baik. Sehingga diharapkan pengelolaan sampah ini dilakukan dengan baik secara bersama-bersama dan gotong royong," kata dia.

Menurutnya, permasalahan sampah jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi permasalahan serius yang bukan saja dihadapi oleh generasi sekarang tetapi juga oleh generasi akan datang.

“Kami meyakini bahwa persoalan sampah dapat diatasi lebih mudah melalui gotong royong antar pemangku kepentingan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat dan perguruan tinggi serta sektor swasta seperti KADIN,” urainya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan setidaknya ada tiga pendekatan yang bisa dilakukan dalam penanganan sampah ini. Antara lain mengurangi sampah, sirkular ekonomi dan pemanfaatan teknologi.

Dia menjelaskan, pengurangan sampah bisa dimulai dari rumah dengan melakukan pemilahan sampah khususnya yang memiliki nilai ekonomis.

Menurutnya ini akan membantu TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang ada di kabupaten/kota bisa lebih lama.

“Jalankan bank sampah yang ada di daerah masing-masing. Jika ini berjalan, maka akan membantu TPA di daerah agar lebih lama dan juga akan menambah nilai ekonomi bagi masyarakat, kata dia.